Jakarta – Pasar saham Indonesia rebound sepanjang bulan Juni 2019, sementara obligasi Indonesia juga kembali rebound. Hal tersebut ditopang oleh maraknya aliran dana asing yang masuk ke dalam negri.
Dalam pandangan Bank Commonwealth, Investor global sendiri masih melihat emerging market terutama Indonesia sebagai tujuan investasi, setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak gugatan sengketa Pemilihan Presiden 2019-2024, yang menjadikan drama Pemilihan Umum Indonesia 2019 telah berakhir, dengan kondisi politik yang tetap terjaga.
Terjaganya kondisi politik ini merupakan sentimen yang positif untuk kembali mengundang dana asing kembali masuk ke pasar investasi Indonesia.
Di sisi lain, koalisi pemerintahan akan tetap solid merupakan nilai tambah, yang memperkuat fundamental ekonomi Indonesia. Fundamental yang kuat juga diperkuat dengan keputusan S&P, sebagai lembaga peringkat hutang internasional, menaikkan peringkat hutang Indonesia satu tingkat ke “BBB” dan outlook stabil di akhir bulan Mei lalu.
Sesuai dengan misi Presiden Joko Widodo, pada periode keduanya ini pembangunan masih akan berlanjut dengan berfokus pada peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia, struktur ekonomi mandiri, dan pembangunan yang merata.
Selain itu, Pertemuan G20 yang berlangsung di Osaka, Jepang, pada akhir bulan Juni berakhir positif sesuai dengan ekspektasi pasar. Amerika Serikat dan Tiongkok sepakat untuk kembali melanjutkan rancangan perjanjian dan juga menangguhkan tarif untuk sementara waktu.
Setelah pertemuan G20, Presiden Donald
Trump pun mengunjungi Korea Utara dan untuk pertama kali sepanjang sejarah dunia, Presiden Amerika Serikat menginjakkan kaki di tanah Korea Utara.
Sentimen positif juga datang dari The Fed yang membuka pintu untuk melonggarkan kebijakan moneter dalam rangka mengurangi dampak perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia akibat perang dagang.
Oleh sebabitu, Bank Commonwealth merekomendasikan reksa dana untuk menjadi pilihan pertama untuk investasi khususnya reksa dana saham atau reksa dana pendapatan tetap tergantung dari profil risiko dan jangka waktu investasi.
“Hingga akhir tahun 2019 kami masih lebih positif di kelas aset saham, dengan pertimbangan bahwa perlambatan pertumbuhan ekonomi global akan menjadi salah satu alasan dana asing kembali masuk ke Indonesia, sebagai negara berkembang memiliki potensi pertumbuhan ekonomi lebih baik dibandingkan dengan negara maju. Selain itu faktor penting lainnya adalah dengan terpilihnya presiden baru, maka umumnya akan ada misi pembangunan baru yang juga akan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Sehingga untuk Anda dengan profil risiko growth masih dapat mempertahankan alokasi saham sebesar 70% di dalam portofolio,” jelas Head of Wealth Management & Client Growth Bank Commonwealth Ivan Jaya, di Jakarta, Kamis, 11 Juli 2019.
Pilihan investasi yang menarik untuk dilakukan saat ini adalah Sucorinvest Equity Fund yang telah didistribusikan oleh Bank Commonwealth sejak bulan lalu. Ivan menjelaskan, nasabah Bank Commonwealth menyukai produk dengan catatan kinerja yang baik. Reksa dana saham secara historikal masih memberikan imbal hasil yang tertinggi dalam jangka panjang dibandingkan dengan reksa dana pasar uang, reksa dana pendapatan tetap serta reksa dana campuran.
“Oleh karena itu, kami memutuskan memulai kerja sama dalam mendistribusikan reksa dana di bawah kelolaan Sucorinvest Asset Management yaitu Sucorinvest Equity Fund di mana secara kinerja produk ini memberikan imbal hasil sebesar 79,27% dalam 3 tahun terakhir, sementara tolok ukur IHSG memberikan imbal hasil sebesar 26,75% (data per Juni 2019),” jelas Ivan.
Untuk melengkapi reksa dana saham Sucor, Bank Commonwealth juga mendistribusikan reksa dana Sucorinvest Money Market Fund, reksa dana pasar uang dengan dana kelolaan Rp2,35 triliun (data per akhir Juni 2019). Di antara kedua reksa dana tersebut dapat dilakukan switching dan hal ini dapat mendukung nasabah yang ingin melakukan rebalancing agar hasil investasinya lebih optimal lagi.
Adapun, di bulan Juli ini, Ivan menegaskan, investor akan fokus pada tiga hal yakni perundingan lanjutan antara Amerika Serikat dan Tiongkok terkait perang dagang, laporan keuangan kuartal-II 2019, yang menurut jadwal akan keluar di pertengahan Juli 2019 hingga pertengahan Agustus 2019, dan pertemuan bank sentral terkait penentuan suku bunga. Rencananya, Bank Indonesia akan bertemu di tanggal 18 Juli dan The Fed dijadwalkan bertemu di akhir Juli. (*)