Nasional

Koalisi Pemerhati Lingkungan Hidup Protes ke Bank Dunia, Ini Gara-Garanya

Jakarta – Koalisi pemerhati lingkungan hidup mengajukan protes secara resmi kepada Bank Dunia lantaran dinilai terus memberikan dukungan keuangan untuk pembangunan dua pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara di Tanah Air. 

Hal tersebut dianggap melanggar janji sejumlah pemimpin negara untuk menghentikan dukungan penggunaan bahan bakar fosil.

Anak perusahaan Bank Dunia di sektor swasta, International Financial Corporation (IFC), merupakan pendukung tidak langsung kompleks PLTU Suralaya di Banten melalui investasi ekuitasnya di Hana Bank Indonesia. 

Baca juga: Kementerian ESDM Petakan Tiga Fase PLTU dalam Perdagangan Karbon

“Perusahaan tersebut merupakan salah satu penyandang dana proyek itu,” kata koalisi kelompok lingkungan hidup itu, dikutip VOA Indonesia, Senin (18/9).

Seperti diketahui, PLTU Suralaya, yang merupakan PLTU terbesar di Asia Tenggara, mempunyai delapan unit pembangkit yang beroperasi. 

Mereka mengatakan, menurut rencana, pengembang proyek bakal membangun dua pembangkit lagi yang diperkirakan akan melepaskan 250 juta ton karbon dioksida yang menyebabkan pemanasan iklim ke atmosfer.

“Dampak buruk terhadap masyarakat lokal, termasuk penggusuran paksa terhadap mereka yang tinggal di lokasi proyek, sudah terjadi,” kata surat tersebut, yang dikirim atas nama Inclusive Development International, sebuah organisasi non-pemerintah di AS.

Sebelumnya, IFC berjanji untuk berhenti berinvestasi di sektor batu bara pada 2020. Namun IFC tetap menjadi pemegang saham di lembaga-lembaga keuangan yang memiliki investasi di industri batu bara, seperti Hana Bank, selama mereka mempunyai rencana untuk menghentikan eksposur mereka secara bertahap.

Dalam peraturan IFC yang diperbarui tahun 2023, disebutkan bahwa klien keuangannya harus berkomitmen untuk tidak memulai dan membiayai proyek batubara baru apa pun sejak IFC menjadi pemegang saham.

Baca juga: Pengamat Dukung Pemerintah Tutup PLTU Industri, Ini Alasannya 

Adapun, Pusat Penelitian Energi dan Udara Bersih (CREA) yang berbasis di Helsinki mengatakan pada pekan lalu, kompleks PLTU Suralaya memberikan dampak yang signifikan terhadap kualitas udara di wilayah tersebut. Udara yang tercemar di area itu menyebabkan biaya kesehatan tahunan mencapai lebih dari USD1 miliar.

CREA mengatakan hal tersebut juga berkontribusi terhadap kabut asap di Ibu Kota Jakarta, yang menduduki puncak daftar kota paling tercemar di dunia pada Agustus. (*)

Editor: Galih Pratama

Muhamad Ibrahim

Recent Posts

Jasindo Ingatkan Pentingnya Proteksi Rumah dan Kendaraan Selama Libur Nataru

Poin Penting Menurut Asuransi Jasindo mobilitas tinggi memicu potensi kecelakaan dan kejahatan, sehingga perlindungan risiko… Read More

16 hours ago

Presiden Prabowo Tegaskan Komitmen Selamatkan Kekayaan Negara

Poin Penting Pemerintah menyelamatkan lebih dari Rp6,6 triliun keuangan negara, sebagai langkah awal komitmen Presiden… Read More

16 hours ago

Bank Mandiri Berikan Relaksasi Kredit Nasabah Terdampak Bencana Sumatra

Poin Penting Bank Mandiri menerapkan perlakuan khusus kredit bagi debitur terdampak bencana di Aceh, Sumut,… Read More

17 hours ago

Kredit BNI November 2025 Tumbuh di Atas Rata-rata Industri

Poin Penting BNI menyalurkan kredit Rp822,59 triliun per November 2025, naik 11,23 persen yoy—melampaui pertumbuhan… Read More

18 hours ago

Cek Jadwal Operasional BSI Selama Libur Nataru 2025-2026

Poin Penting BSI menyiagakan 348 kantor cabang di seluruh Indonesia selama libur Natal 2025 dan… Read More

18 hours ago

Update Harga Emas Hari Ini: Galeri24 dan UBS Kompak Merosot, Antam Naik

Poin Penting Harga emas Pegadaian turun jelang libur Nataru 2025/2026, dengan emas Galeri24 turun Rp22.000… Read More

21 hours ago