Klaim Asuransi Jiwa Tembus Rp110,44 Triliun di Kuartal III 2025

Klaim Asuransi Jiwa Tembus Rp110,44 Triliun di Kuartal III 2025

Poin Penting

  • Klaim industri asuransi jiwa turun 7,9 persen menjadi Rp110,44 triliun pada Januari–September 2025, didorong oleh penurunan klaim surrender 18,7 persen yang menandakan retensi polis semakin kuat.
  • Klaim kesehatan juga membaik, turun 7,5 persen menjadi Rp19,35 triliun dengan rata-rata nilai klaim per orang turun dari Rp7 juta menjadi Rp6,07 juta.
  • Perbaikan ini mencerminkan meningkatnya kepercayaan masyarakat dan efektivitas pengendalian manfaat, termasuk penataan ulang desain produk dan tata kelola layanan kesehatan.

Jakarta – Sepanjang Januari-September 2025, Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mencatat industri telah membayarkan klaim dan manfaat sebesar Rp110,44 triliun kepada 6,92 juta penerima manfaat.

Ketua Bidang Kanal Distribusi dan Inklusi Tenaga Pemasar AAJI, Albertus Wiroyo, menjelaskan bahwa total pembayaran klaim tersebut justru mengalami perbaikan dari sisi kualitas. Menurutnya, nilai klaim secara keseluruhan turun 7,9 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

“Penurunan ini terutama berasal dari klaim surrender yang turun 18,7 persen, menandakan semakin baiknya retensi polis. Pemegang polis kini tidak lagi terburu-buru mencairkan polis mereka untuk kebutuhan jangka pendek,” ujar Wiroyo dalam acara Konferensi Pers Kinerja AAJI Kuartal III 2025 di Jakarta, Senin (8/12).

Baca juga: AAJI Perkirakan Klaim Korban Meninggal Dunia Bencana Sumatra Capai Rp100 Miliar

Turunnya klaim surrender dianggap sebagai indikator positif bahwa kepercayaan dan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya perlindungan jangka panjang semakin menguat.

Di lini kesehatan, tren perbaikan juga mulai terlihat. Pembayaran klaim kesehatan tercatat turun 7,5 persen menjadi Rp19,35 triliun yang diberikan kepada 3,19 juta penerima manfaat.

Baca juga: AAUI Minta Respons Cepat Industri Asuransi di Tengah Pendataan Klaim Banjir Sumatra

Rata-rata nilai klaim kesehatan per orang pun menyusut dari Rp7 juta menjadi Rp6,07 juta.

Wiroyo menilai penurunan tersebut menunjukkan mulai efektifnya pengendalian manfaat serta upaya perusahaan dalam menata ulang desain produk dan tata kelola layanan kesehatan.

“Perbaikan di lini kesehatan mulai terlihat. Ini momentum bagi industri untuk memperkuat tata kelola manfaat kesehatan dan menjaga keberlanjutan layanan,” pungkasnya. (*) Alfi Salima Puteri

Related Posts

News Update

Netizen +62