Wacana pengenaan biaya top up pada e-money ini, kata dia, akan membebani masyarakat. Dia menilai, bank sudah banyak mengambil keuntungan dari masyarakat yang tiap bulan telah mengenakan biaya administrasi, namun akan mengenakan biaya juga pada top up e-money yang harusnya ini menjadi layanan perbankan.
“Beli kartunya bayar, tiap isi ulang juga bayar, kebijakan apa ini? Kalau seperti ini, kita lihat mana yang akan dipilih masyarakat apakah tetap menggunakan tunai atau nontunai,” tegasnya.
Baca juga: Top Up e-Money Kena Biaya, BI Tak Pikirkan Kepentingan Konsumen
Pengenaan biaya top up e-money yang diusulkan sekitar Rp1.500-Rp2.000 per sekali top-up ini, lanjut dia, jelas menjadi kontraproduktif dengan gerakan nontunai yang digagas BI. Kebijakan ini, dikhawatirkan justru akan mendorong masyarakat ogah menggunakan nontunai karena akan dikenakan biaya top up.
“Boleh saja membuat gerakan nontunai. Misalnya yang jelas kita tahu di jalan tol ada ruas yang harus menggunakan e-payment, tapi juga harus diberikan kemudahan tentang cara isi ulang, jangan membuat kebijakan beli kartunya bayar, isi ulang harus bayar,” tutup Donny. (*)
Editor: Paulus Yoga
Page: 1 2
Suasana saat penyerahan sertifikat Predikat Platinum Green Building dari Green Building Council Indonesia (GBCI) Jakarta.… Read More
Jakarta – Bank Indonesia (BI) melaporkan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Oktober 2024 mencapai Rp8.460,6 triliun,… Read More
Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menolak rencana pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi… Read More
Jakarta - Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada hari ini, Jumat, 22 November 2024, ditutup… Read More
Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat uang beredar (M2) tetap tumbuh. Posisi M2 pada Oktober 2024 tercatat… Read More
Jakarta - PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF) kembali meraih peringkat "Gold Rank" dalam ajang Asia… Read More