Jakarta – Setiap orang beragama muslim memiliki kesempatan untuk melaksanakan ibadah haji tanpa memandang latar belakang, status sosial atau kondisi ekonomi. Dalam agama Islam, ibadah haji adalah kewajiban bagi setiap muslim yang mampu, baik secara fisik maupun finansial. Pesannya adalah bahwa Allah SWT memberikan kesempatan yang sama kepada semua umat-Nya untuk menjalankan rukun islam kelima ini.
Seperti kisah seorang kakak-beradik lansia asal Lampung Selatan, bernama Siti Komariah (76 tahun), Siti Maryam (73 tahun) dan Siti Badriyah (71 tahun). Ketiga lansia bersaudara ini merupakan jamaah haji yang berangkat tahun ini.
Dilansir situs Kementerian Agama (Kemenag), Nenek Siti Komariah, Nenek Siti Maryam dan Nenek Siti Badriyah telah menanti hingga 12 tahun lamanya untuk pergi haji. “Dulu kami sengaja daftar haji bareng. Kami bertiga petani, nabung sedikit demi sedikit untuk berhaji. Alhamdulillah bisa terwujud,” kata Nenek Siti Maryam, seperti dikutip, Kamis, 31 Oktober 2024.
Kemudian, kisah inspiratif lainnya, datang dari Yusuf Hisyam Arzaaqi. Mahasiswa berusia 18 tahun ini tercatat sebagai haji termuda tahun 2024 se-Kota Bekasi. Ayah Yusuf, Abdul Hisyam bercerita, ia dan istrinya sudah mendaftar haji sejak 2011.
Kemudian, ia mendengar bahwa masa tunggu ibadah haji semakin panjang. Dari situ Abdul terpikir mendaftarkan Yusuf untuk haji.
“Di awal tahun 2019 kami ada rezeki, akhirnya kami daftarkan Yusuf di usia 13 tahun,” kata Abdul, seperti dikutip situs Kemenag Provinsi Jawa Barat, Kamis, 31 Oktober 2024.
Baca juga: BPKH dan BI Gelar Forum Keuangan Haji International
Yusuf pun diberangkatkan tahun 2024 sebagai mahram atau pendamping bagi ibunya yang terdaftar sebagai jamaah haji berhak lunas tahun 1445 H/2024 M. Hal ini sesuai dengan Keputusan Dirjen PHU No. 83 tahun 2024, penggabungan mahram dapat dilakukan dengan syarat jemaah haji yang digabungkan sudah mendaftar sebagai jemaah haji reguler sebelum 13 Mei 2019, dalam satu provinsi yang sama dan memenuhi syarat istitha’ah kesehatan.
Yusuf sudah mendaftar haji pada bulan Februari 2019 – dan di 2024 usianya menginjak 18 tahun, sehingga memungkinkan baginya untuk ditarik mengikuti tahun keberangkatan ibunya sebagai mahram.
“Sangat senang bisa ikut berangkat haji tahun ini, saya jadi bisa beribadah sekaligus menjaga Ibu saya selama disana. Mudah-mudahan semakin banyak orang yang kalau ada rezeki bisa mendaftarkan anaknya untuk berhaji sesegera mungkin. Sehingga, Insya Allah pergi hajinya masih muda, sehat dan prima untuk beribadah,” kata Yusuf.
Setiap tahunnya, animo masyarakat di Indonesia untuk melaksanakan ibadah haji sangat besar. Bahkan, tahun 2024 merupakan penyelenggaraan haji dengan jumlah jemaah haji Indonesia terbanyak sepanjang sejarah mencapai 241.000 jemaah.
Direktur Sistem Informasi Statistik Badan Pusat Statistik (BPS), Joko Parmiyanto menuturkan angka tersebut terdiri dari 221.000 kuota reguler yang diberikan oleh pemerintah Arab Saudi dan tambahan kuota 20.000 yang dialokasikan secara khusus untuk Indonesia.
“Jumlah ini merupakan kuota haji terbesar yang pernah kita miliki, bahkan lebih tinggi dari angka tahun-tahun sebelum pandemi,” ujarnya, seperti dikutip, Kamis, 31 Oktober 2024.
Joko juga mengungkapkan bahwa dalam Survei Kepuasan Jemaah Haji Indonesia (SKJHI) 2024, jemaah haji Indonesia tahun ini didominasi oleh perempuan, dengan persentase mencapai 55,61 persen dari total jemaah. Selain itu, sebanyak 37,07 persen jemaah haji berusia di atas 60 tahun, menandakan dominasi kelompok usia lanjut di kalangan jemaah.
Sebelum melakukan ibadah haji, setiap umat Islam wajib melakukan pendaftaran terlebih dahulu. Dilansir dari situs Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), alur pendaftaran haji reguler meliputi pembukaan rekening tabungan haji pada Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaran Ibadah Haji (BPS BPIH) sesuai domisili, melakukan pembayaran setoran awal biaya haji sebesar Rp25 juta, mendapatkan nomor porsi haji, mendaftarkan diri ke kantor Kemenag dan menunggu panggilan berangkat haji.
Sementara itu, waktu tunggu untuk keberangkatan haji reguler pun sangat bervariasi. Di Indonesia, waktu tunggu untuk keberangkatan haji reguler bisa mencapai belasan hingga puluhan tahun. Waktu tunggu haji tersebut didasarkan dari wilayah tempat calon haji mendaftar.
Selain itu, semakin banyak yang mendaftar haji, akan berdampak pada semakin lama dan panjang antrean orang untuk menunaikan ibadah haji. Berdasarkan informasi dari situs Kemenag, estimasi masa tunggu haji reguler di Indonesia antara 11 – 47 tahun. Misalnya, jika seseorang mendaftar haji pada tahun 2024, maka estimasi keberangkatannya adalah tahun 2035 -2071.
BPKH Imbau Rencanakan Ibadah Haji Sejak Dini
Kepala Badan Pelaksana BPKH, Fadlul Imansyah mengungkapkan jika secara rata-rata, waktu tunggu haji di Indonesia sekitar 25 – 30 tahun. Bahkan, yang paling lama waktu tunggu haji tercatat di salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan
“Itulah mengapa BPKH melakukan sosialisasi Ayo Haji Muda atau Ayo Naik Haji Selagi Muda. Karena waktu tunggu haji itu panjang, sehingga masyarakat sangat di-encourage untuk melakukan setoran awal dana haji di usia semuda mungkin. Jadi, mulailah menabung dari sekarang,” ujar Fadlul, dalam acara Talkshow dengan tema “Rencanakan Masa Depan Untuk Ibadah Haji Sejak Dini”, yang menjadi salah satu rangkaian acara Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) ke-11, di JCC, Senayan, Jakarta, Kamis, 31 Oktober 2024.
Ia menambahkan, BPKH bertugas mengelola keuangan haji, yang meliputi penerimaan, pengembangan, pengeluaran dan pertanggungjawaban keuangan haji. BPKH dibentuk guna mendukung penyelenggaraan haji yang lebih berkualitas, pengelolaan keuangan haji yang lebih optimal dan memberikan kemaslahatan untuk umat.
Baca juga: Sama-sama Urus Penyelenggaraan Haji, BPKH dan BPH Bakal Dilebur?
Dalam hal ini, BPKH pun berperan melakukan penempatan atau investasi dari setoran awal dana haji yang terkumpul untuk mendapat nilai manfaat bagi jemaah haji. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 2018, BPKH wajib melakukan penempatan atau investasi keuangan haji sesuai dengan prinsip syariah dengan mempertimbangkan aspek keamanan, kehati-hatian, nilai manfaat dan likuiditas.
Sebagai gambaran, untuk mendapatkan porsi haji reguler, calon jemaah wajib membayarkan setoran awal sebesar Rp25 juta. Setoran awal dapat dilakukan melalui bank syariah maupun unit usaha syariah/UUS (terdaftar di BPS BPIH). Selanjutnya, calon jemaah haji menandatangani akad wakalah sebagai penyerahan kuasa pengelolaan setoran awal.
Biaya haji reguler tahun ini sebesar Rp93,41 juta. Namun, jemaah hanya membayar sebesar Rp56,05 juta. Selisih Rp37,36 juta sisanya dibayarkan melalui nilai manfaat yang dikelola oleh BPKH. Nilai manfaat juga akan didistribusikan kepada jemaah tunggu dan dapat di cek melalui aplikasi BPKH.
Setiap enam bulan sekali, BPKH memberikan nilai manfaat atau distribusi hasil investasi kepada seluruh jemaah tunggu. Sehingga, pada saat waktu keberangkatan, selain membayar biaya pelunasan, calon jemaah haji juga mendapatkan hasil investasi yang sudah terakumulasi. “Bahasa sahamnya dividen kepada calon jemaah haji,” tambah Fadlul.
Sebagai informasi, BPKH telah menghimpun dana kelolaan sebesar Rp163,17 triliun pada triwulan I-2024. Dana kelolaan tersebut terdiri atas penempatan di bank syariah atau UUS meliputi giro, tabungan dan deposito syariah sebesar Rp40,67 triliun atau 25 persen, dan terbesar di investasi mencapai Rp122,49 triliun atau 75 persen. Adapun dana kelolaan yang diinvestasikan, dialokasikan ke surat berharga, emas, dan surat berharga lainnya sebesar Rp118,06 triliun; di investasi langsung Rp4,03 triliun; dan investasi lainnya Rp0,4 triliun. (*) Ayu Utami