Kinerja Solid, BTN Syariah Dinilai Siap Tampung Bank Syariah Lain

Kinerja Solid, BTN Syariah Dinilai Siap Tampung Bank Syariah Lain

Jakarta – Rencana PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) mengakuisisi bank lain untuk digabungkan (merger) dengan unit usaha syariahnya (UUS) menuai apresiasi positif sejumlah kalangan. Aksi korporasi yang menjadi bagian dari agenda pemisahan UUS (spin off) ini bukan hanya menguntungkan BTN, juga memberikan dampak signifikan bagi industri perbankan syariah.

Mengacu pada laporan kinerja kuartal III 2023, UUS BTN atau BTN Syariah tercatat memiliki aset senilai Rp48 triliun, dan diperkirakan bakal tembus di atas Rp50 triliun pada publikasi kinerja akhir tahun 2023.

Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12 Tahun 2023 tentang Unit Usaha Syariah (POJK UUS), BTN Syariah telah memenuhi kriteria wajib spin off. Aturan turunan dari Undang-undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) itu menegaskan bahwa bank yang memiliki UUS dengan share asset lebih dari 50% dan/atau total aset UUS mencapai lebih dari Rp50 triliun wajib untuk melakukan spin off.

Baca juga: Aset Bakal Tembus Rp50 Triliun, BTN Syariah Penuhi Syarat Untuk Lakukan Spin Off

“Agenda spin off UUS BTN yang dirangkai dengan rencana akuisisi bank syariah lain untuk kemudian di merger, merupakan langkah strategis. Industri perbankan syariah bakal kedatangan pemain BUS baru yang kuat permodalannya dan signifikan asetnya,” ucap Direktur Eksekutif Segara Research Institut, Piter Abdullah Redjalam, dikutip Jumat, 26 Januari 2024.  

Selain faktor aset, menurut Piter, BTN Syariah juga layak menampung bank syariah lain karena memiliki fundamental yang solid. BTN Syariah memiliki outstanding pembiayaan Rp35,79 triliun hingga akhir September 2023, tumbuh 17,94% (yoy). Sementara laba bersih selama sembilan bulan pertama 2023 mencapai Rp400 miliar, melonjak 70%. 

“Konsolidasi perbankan selalu bermakna positif. Bank hasil merger akan memiliki aset lebih besar dan modal lebih kuat, sehingga bisa lebih optimal dalam menggerakan ekonomi umat. Fungsi intermediasi juga jauh lebih meningkat, dan masyarakat punya lebih banyak pilihan,” sambung Piter.       

Senada, pengamat perbankan Centre for Banking Crisis, Ahmad Deni Daruri, menilai Bank Muamalat menjadi kandidat ideal untuk diakuisisi BTN Syariah. Bank syariah tertua di Indonesia itu membutuhkan injeksi modal agar bisa lebih ekspansif dan keluar dari persoalan masa lalu.

“Bank Muamalat memang sudah lebih sehat ketimbang 2 tahun lalu, tapi sehat saja tidak cukup. Bank mesti bertumbuh dan modalnya terus ditingkatkan agar bisa menjalankan fungsi intermediasi lebih optimal lagi,” ucapnya.

Saat ini, rasio pembiayaan terhadap pendanaan Bank Muamalat atau finance to deposit (FDR) ratio hanya sebesar 45%, jauh di bawah batas ideal. Sementara rasio kecukupan modal (CAR) berada di level 28,67% pada akhir September 2023.

Baca juga: Merger BTN Syariah Muamalat Rampung 2024, Siap Bersaing dengan BSI?

Jika manajemen Muamalat ingin ekspansi untuk menggenjot FDR ke batas ideal, maka CAR bisa tergerus. Pasalnya, setiap penyaluran pembiayaan atau ekspansi bisnis lainnya akan membentuk aset tertimbang menurut risiko (ATMR). Dengan kata lain, bank harus menambah permodalan, menyesuaikan profil risiko, dan kebutuhan ekspansi.

“Bank selalu membutuhkan suntikan modal tambahan. Pada titik ini, BPKH tidak bisa terus menerus membenamkan dana haji sebagai tambahan modal. Terlalu berisiko karena dana umat wajib diinvestasikan di instrumen yang aman,” kata Deni.   

Berdasarkan laporan keuangan per 30 September 2023, aset gabungan Bank Muamalat dengan BTN diperkirakan mencapai 114,6 triliun, hampir separuh dari aset BSI. Dengan demikian, Bank Muamalat dan UUS BTN bila kelak bergabung akan menjadi bank syariah dengan aset terbesar kedua setelah BSI. (*) Steven Widjaja

Related Posts

News Update

Top News