Jakarta – Bank of India Indonesia (BOII) mengumumkan kinerja keuangannya di kuartal III-2023 dengan mencatat pertumbuhan laba hingga 225,13 persen (yoy) menjadi Rp31 miliar bila dibandingkan dengan tahun lalu diperiode yang sama sebesar Rp13,9 miliar.
Selain itu, Bank of India Indonesia juga mencatat penyaluran kredit tumbuh dari Rp2,25 triliun pada kuartal III-2022, menjadi Rp3,27 triliun di kuartal III-2023. Total aset pun ikut melonjak sebesar 26,24 persen menjadi Rp6,16 triliun hingga akhir September 2023.
“Ada juga Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM) yang mengalami kenaikan yang siginifkan juga. Tujuan kami adalah memenuhi ketentuan minimum 25 persen, yang tahun depan akan menjadi 30 persen. Posisi kami sekarang sudah 40 persen, sehingga kenaikannya signifikan,” ungkap Presiden Direktur BOII, Raharjo Satrio Unggul, 12 Desember 2023.
Baca juga: Begini Nasib Saham Bank of India (BOII) di Pasar Saham Indonesia
Sebagai informasi, RPIM adalah porsi pembiayaan inklusif bank sesuai dengan ketentuan Peraturan Bank Indonesia (PBI). RPIM ini menyasar pembiayaan terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Penyaluran RPIM dari BOII sendiri meningkat sebesar 246,89 persen (yoy).
“Lalu, bisa dilihat pertumbuhan Current Account Saving Account (CASA) dari persentasenya 14,54 persen menjadi 18,07 persen,” lanjut Raharjo.
Beberapa rasio keuangan penting lain seperti Capital Adequacy Ratio (CAR), Loan Deposit Ratio (LDR), serta Non-Performing Loan (NPL), baik itu gross maupun nett, masih tetap stabil meskipun masih perlu ada pembenahan di beberapa aspek.
Seperti NPL gross, misalnya, yang per September 2023 ini masih ada di kisaran 5,52 persen setelah sempat menyentuh angka 9,07 persen. Raharjo mengungkapkan pihaknya akan terus menekan NPL hingga di bawah 5 persen.
“Situasinya tidak mudah, dalam artian semua upaya sudah dilakukan mulai dari restrukturisasi memanfaatkan peluang relaksasi OJK, upgrading beberapa customer yang sudah direstrukturisasi. Mereka juga sudah banyak yang (kreditnya) sehat kembali,” tutur Raharjo.
Meskipun begitu, kasus nasabah yang mengalami NPL ini sayangnya masih ada. Yang jelas, Raharjo memastikan kalau upaya menekan NPL ini selalu ada. BOII mengkomunikasikan hal ini dengan nasabah, berharap agar nasabah jauh lebih transparan dan mampu menyelesaikan masalah kredit.
Di sisi lain, BOII, layaknya bank-bank lain, mengalami perlambatan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK). Tercatat DPK BOII hanya tumbuh sebesar 4,73 persen (yoy).
Baca juga: Ini Penjelasan OJK Soal Maraknya Penjualan Bisnis Consumer Banking di Bank Asing
Bahkan, pertumbuhan deposito BOII ada di angka 0,41 persen (yoy). Raharjo menjelaskan, bahwa isu DPK memang menjadi permasalahan banyak bank. Tetapi, jika melihat spektrum yang lebih luas, DPK mereka tumbuh cukup baik.
“Kalau kita melihat angka, pertumbuhan kita setahun mungkin sedikit. Tapi kalau menghitung 9 bulan, DPK kita tumbuh 15 persen,” ungkap Raharjo.
Di sini, Raharjo menjelaskan situasi pasar saat ini sedang volatile. Dengan demikian, banyak bank yang tengah berlomba-lomba membentuk produk dan layanan baru demi menarik nasabah baru dan menyimpan uang mereka di sana.
Meskipun begitu pertumbuhan DPK yang melambat tidak membuat BOII memiliki masalah dalam likuiditas. Salah satunya dikarenakan mereka memiliki surat berharga yang nilainya mencapai Rp2 triliun.
“Challenge kami adalah memberikan layanan dan produk yang sesuai kepada komunitas yang masih banyak. Ada ekspat yang bisa jadi target market. Trading volume antara India dan Indonesia juga meningkat. Itu bisa jadi peluang,” tutup Raharjo. (*) Mohammad Adrianto Sukarso