Jakarta – Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengaku, kinerja ekspor Indonesia di sepanjang 2021 merupakan capaian yang luar biasa. Secara kumulatif (Januari-Desember 2021) nilai ekspor Indonesia mencapai USD231,54 miliar. Nilai ini berhasil melampaui rekor nilai ekspor tertinggi pada 2011 yang sebesar USD203,50 miliar.
Sementara dari sisi nilai impor, Indonesia membukukan nilai USD 196,20 miliar. Alhasil, neraca perdagangan Indonesia menjadi surplus USD35,34 miliar. “Ini adalah tahun yang mencatat rekor karena surplus kita pada tahun ini mencapai USD 30 miliar untuk pertama kalinya,” ujar Muhammad Lutfi dalam Mandiri Investment Forum 2022, Rabu 9 Februari 2022.
Menurutnya, Tiongkok masih menjadi target ekspor terbesar dengan pangsa 23,23 persen atau senilai USD53,78 miliar. Disusul oleh Amerika Serikat (11,13 persen) dan Jepang (7,71 persen). Di 2021, neraca perdagangan dengan Tiongkok kembali membaik menjadi minus 2,45 persen dibandingkan dengan tahun 2020 yang minus 7,85 persen di tahun 2020.
“Sebesar 76,49 persen ekspor kita adalah hasil olahan industri. Ini akan lebih kuat pada masa mendatang karena dari sisi pertambangan, minyak dan gas akan berkurang proporsinya di masa mendatang,” ungkap Lutfi.
Lebih lanjut, Lutfi mengungkapkan, Indonesia bisa menjadi negara yang punya kekuatan di bidang besi dan baja. Terlihat dari total ekspor besi baja yang mencapai USD18,62 miliar dan 61 persennya di ekspor ke Tiongkok. Capaian ini juga tidak lepas oleh upaya hilirisasi nikel yang digalangkan pemerintah.
“Artinya Kalau kita bisa menjual baja ke Cina, kita bisa menjual baja ke seluruh dunia, negara-negara Eropa, Afrika. Tapi kita memerlukan kesepakatan perdagangan yang sangat canggih dengan berbagai negara di seluruh dunia untuk bisa menjual baja dan produk hasil olahan baja kita,” ucap Lutfi. (*) Dicky F. Maulana