Majalah Infobank

Kinerja dan Beban “Birokrasi” BUMD

Menjadi direksi di bank pembangunan daerah (BPD) tidaklah mudah. Profesionalitas dan integritas saja tidak cukup. Ada berbagai kepentingan politik yang harus disinkronkan dengan baik karena pemegang sahamnya notabene para politisi penguasa daerah di pemerintah daerah (pemda) yang jumlahnya begitu banyak. Dari 26 BPD yang ada harus “melayani” kepentingan 548 kepala daerah yang terdiri atas 34 gubernur, 98 wali kota, dan 415 bupati. Kalau dirata-rata, setiap BPD harus melayani 20 kepala daerah. Itu belum termasuk politisi di legislatif daerah yang mudah menampung aspirasi miring dari pihak-pihak yang ingin mengganti direktur utama (dirut), tak terkecuali karyawan dari dalam. Sadar bahwa kursi jabatan yang diduduki bisa mendadak “panas”, para direksi BPD umumnya tidak terlalu ambil pusing. Sebagian besar dari mereka terutama dirut adalah bankir-bankir profesional. Bankir profesional yang berorientasi pada kinerja perusahaan akan berani mengatakan “tidak” ketika ada intervensi yang tidak sesuai dengan regulasi atau aturan main.

Namun, karena BPD merupakan badan usaha milik daerah (BUMD) yang berada dalam lingkungan birokrasi dan selera “politik” dari para kepala daerah, maka kinerja dan inovasi yang dihasilkan bukanlah jaminan. Ketika gubernur berganti, maka sejumlah dirut BPD pun mendadak diganti di tengah jalan. Itu yang dialami Kresno Sediarsi di Bank DKI dan M. Adil di Bank Sumsel Babel yang diganti akhir tahun lalu. Sedangkan Ahmad Irfan di Bank BJB diberhentikan pas periode jabatannya habis.

Pemilik mengganti mereka bukan karena kinerja keuangannya jeblok atau sudah adanya pengganti yang lebih mumpuni. Faktanya, kursi dirut Bank Sumsel Babel dan Bank BJB dibiarkan kosong dan diisi oleh pejabat sementara. Biro Riset Infobank (birI) mencatat, ada enam BPD yang masih dipimpin oleh pejabat sementara.

Gonta-ganti direksi masih menjadi ciri khas perusahaan pelat merah. Namun, pengelolaan BPD masih lebih bagus daripada kebanyakan BUMD lain. Sebagai lembaga perbankan, BPD harus mengikuti rambu-rambu aturan dan kegiatannya diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Begitu juga BUMD lain yang bergerak dalam bidang perbankan dan keuangan seperti bank perkreditan rakyat (BPR) dan Penjaminan Kredit Daerah (Jamkrida). Selain wajib mengikuti aturan, orang yang duduk di kursi direksi maupun komisaris harus lulus fit and proper test oleh regulator.

Pengelolaan BUMD masih beraroma politik, tapi tata kelola di BUMD keuangan seperti BPD dan BPR lebih baik karena ketatnya rambu-rambu. Seperti apa kontribusi dan kinerja BUMD keuangan?

Selengkapnya di Majalah Infobank No.488 Februari 2019 cetak atau klik Infobankstore.com

Risca Vilana

Recent Posts

Dukung Ekosistem Syariah, CIMB Niaga Kembali Gelar Haya Festival 2024

Jakarta - Unit Usaha Syariah (UUS) PT Bank CIMB Niaga Tbk (CIMB Niaga Syariah) kembali menyelenggarakan… Read More

2 hours ago

Memahami Pelonggaran Kebijakan Moneter The Fed

Oleh Ryan Kiryanto, Ekonom Senior dan Associate Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia MOMEN presentasi tiga… Read More

2 hours ago

BCA Digital Belum Ingin Keluarkan Produk Paylater: Kami Fokus Bantu Kelola Keuangan

Jakarta - Produk buy now pay later (BNPL) atau paylater mulai digandrungi oleh pelaku industri… Read More

2 hours ago

Bos BRI Kasih Bocoran Laba Bersih Kuartal III 2024

Jakarta - PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) memproyeksikan laba bersih di kuartal III… Read More

2 hours ago

LPEI Dorong UMKM ‘Naik Kelas’ di TEI 2024, Berikut Daftarnya

Jakarta – Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) terus berupaya mendorong pelaku usaha untuk ‘naik kelas’ dan… Read More

3 hours ago

Lanjut Melemah, IHSG Ditutup Terkoreksi Sebanyak 0,74 Persen

Jakarta – Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada hari ini, Rabu, 9 Oktober 2024, ditutup… Read More

3 hours ago