Jakarta – Pengamat pasar modal Reza Priyambada menilai, banyak BUMN sukses menjadi perusahaan terbuka. Dibandingkan sebelum initial public offering (IPO), kinerja BUMN jauh meroket setelah menjadi perusahaan terbuka. Pernyataan Reza, tak lepas dari kondisi saat ini, dimana beberapa BUMN atau anak BUMN berencana masuk bursa saham, seperti Pertamina Hulu Energi.
“Kisah membaiknya kinerja pasca IPO bisa kita lihat di sejumlah BUMN yang melakukan IPO. Sebut saja BUMN perbankan. Sejarah mencatat, value mereka saat ini jauh meroket bila dibanding dengan (kinerja mereka) sebelum atau saat mereka melakukan IPO,” ujar Analis Senior CSA Research Institute dikutip 13 Juli 2023.
Reza mencontohkan, kinerja PT Bank Rakyat Indonesia Tbk yang dulu sangat identik dengan bank masyarakat pedesaan. Namun saat ini, BRI justru menjadi bank terbesar di Indonesia, dengan total aset mencapai Rp1.631,18 triliun per 31 Mei 2023 lalu.
PT Bank Mandiri juga begitu. Per 31 Mei 2023 memiliki total aset Rp1.519,98 triliun. Padahal sebelum IPO pada 2003, Bank Mandiri yang merupakan merger empat bank, Bank Bumi Daya, Bank Exim, Bank Dagang Negara dan Bank Pembangunan Indonesia, tercatat masih memiliki utang hingga Rp68 triliun. Termasuk dalam BUMN perbankan ini, adalah Bank BNI.
Baca juga: Ada di Zona Merah, Saham PGEO Masuk Jajaran BUMN yang Rugikan Investor?
Di luar perbankan, Pertamina Geothermal Energy yang ‘baru’ IPO Februari 2023, juga tak kalah moncer. Terkait hal itu, sebelumnya Reza pernah menyoroti keberhasilan PGE yang membalikkan kondisi modal kerja (working capital) menjadi surplus. Padahal, sebelum IPO, masih minus USD424.475.
Menurut Reza, upaya PGE dalam mendorong working capital menjadi positif layak diapresiasi lantaran hal tersebut merupakan sinyal awal bahwa kondisi keuangan perusahaan dalam kondisi sehat dan dikelola dengan cukup bijaksana (prudent). Sedangkan tantangannya,
PGE harus bisa menjaga agar working capital terus terjaga dan makin membaik pada triwulan selanjutnya.
Bagaimana dengan BUMN dan anak BUMN lain? Tak kalah menggembirakan. Berdasarkan laporan keuangan Aneka Tambang, Bukit Asam, Jasa Marga, Dayamitra Telekomunikasi, dan Telkom, semua menunjukkan kinerja sangat positif. Antam yang IPO pada 1997, misal, memiliki kinerja keuangan meningkat secara signifikan. Peningkatan laba kotor dan laba bersih pada 2022, masing-masing mencapai 82% dan Rp74 miliar.
Banyak BUMN sukses setelah menjadi perusahaan terbuka, kata Reza, paling basic bahwa IPO adalah salah satu opsi pendanaan bagi perusahaan. “Artinya, keuntungan pertama dan paling mendasar dari IPO, ya didapatkannya pendanaan tersebut,” ungkapnya.
Baca juga: Ini Kata Bos BRI Soal Utang BUMN Karya Rp70 Triliun
Dengan suntikan pendanaan baru, menurut Reza, perusahaan lebih memiliki peluang untuk mengembangkan potensi bisnis ke depan. Dengan pendanaan yang lebih memadai, segala rencana ekspansi bisnis yang ada dalam peta jalan (roadmap), dapat segera dieksekusi, agar tidak kehilangan momentum.
“Ketika perusahaan sebelumnya ingin ini-itu terkait aksi korporasi, terkait laju ekspansi, maka dengan pendanaan yang tersedia, (rencana) itu dapat segera dilakukan sesuai harapan,” tutur Reza.
Selain itu, lanjut Reza, IPO juga menjadikan BUMN sangat transparan. Segala gerak-gerik manajemen, rencana bisnis yang disusun, strategi yang disiapkan hingga penempatan dan penunjukan para pengurus perusahaan, sepenuhnya dapat diawasi publik.
“Bahkan bukan pemegang saham pun, misalnya baru mau beli (sahamnya), bisa melihat direktur utamanya siapa, komisarisnya siapa, kenapa mereka dipilih, backgroundnya apa, kemampuannya apa saja, dan lain-lain, sehingga dia layak menempati posisi itu,” tutup Reza. (*)