Jakarta – Kebutuhan listrik di tengah pandemi virus corona (covid-19) menjadi sangat krusial. Berbagai penanganan medis dan non medis untuk pencegahan penyebaran covid-19, serta terjaminnya proses berkegiatan di rumah untuk bekerja maupun belajar, memerlukan jaminan stabilitas listrik. Untuk itu, pemerintah perlu memastikan ketersediaan pasokan listrik dan jangkauan elektifikasinya.
“Justru dengan ada pandemi begini, produsen dan rakyat mengharapkan tiga hal, pemerintah harus tetap menjalankan seluruh proyek utilitas seperti PLN, minyak dan gas bumi,” ujar Wakil Komite Tetap Industri Hulu dan Petrokimia Kadin Indonesia Ahmad Wijaya kepada wartawan, seperti dikutip di Jakarta, Rabu, 15 April 2020.
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai, pembangunan pembangkit listrik harus tetap berjalan, meski di tengah pandemi covid-19. Pembangunan pembangkit listrik diperlukan untuk menyuplai kebutuhan, di tengah cita-cita Indonesia menjadi negara dengan ekonomi terbesar keenam di dunia. Industri dan dunia medis memerlukan pasokan listrik yang stabil dan merata.
“Saran saya adalah utilitas enggak boleh berhenti, (proyek) minyak dan gas bumi enggak boleh berhenti. Contoh kemarin waktu bangun jalan tol dari tahun 2008 sampai sekarang, walaupun lagi susah kan jalan terus,” ucapnya.
Maka dari itu, kata dia, tetap diperlukan skala prioritas dari proyek-proyek utilitas tersebut. Sektor kelistrikan menjadi salah satu sektor yang harus diprioritaskan, sesuai dengan instruksi presiden. “PLN itu adalah prioritas, orang gak punya listrik, rumah pasti gelap gulita, jalan gelap gulita, infrastruktur semua kacau dong. Jadi jantungnya itu ada di PLN sama migas, dua ini gak boleh berhenti menurut kita, karena itu kewajiban,” paparnya.
Sementara itu, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet mengungkapkan, bahwa pembangunan pembangkit listrik harus tetap dilanjutkan. Dengan catatan anggaran subsidi yang telah dianggarkan pemerintah khususnya untuk PLN tidak termasuk dalam anggaran realokasi pandemi Covid-19.
Dirinya juga memperkirakan, kebutuhan listrik selama pandemi justru akan meningkat di sektor konsumsi rumah tangga. Hal tersebut terjadi karena banyak masyarakat yang menjalan kebijakan physical distancing sehingga tidak keluar rumah. Nah, peningkatan kebutuhan itu bisa dikompensasi dari segmen industri dan bisnis yang berhenti sementara.
Ia melihat, pembiayaan pembangunan listrik umumnya juga menggunakan pinjaman luar negeri yang sifatnya jangka panjang. Jadi kontraknya sudah ditandatangani terlebih dahulu dengan bunga pinjaman yang relatif kecil. “Sehingga dalam kondisi seperti sekarang sebenarnya masih relatif memungkinkan untuk dilanjutkan,” kata Yusuf.
Senada, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno menambahkan, di tengah pandemi covid-19 seperti saat ini, kestabilan pasokan listrik menjadi dukungan yang paling krusial. Apalagi dengan diimbaunya masyarakat untuk tetap berada di rumah. Masalah ketersediaan listrik itu hal yang sangat penting. Karena kan pemerintah sudah menganjurkan masyarakat untuk berkegiatan di rumah. Tentu kebutuhan listrik di rumah semakin banyak,” tuturnya.
Selanjutnya, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng M Faqih pun mengutarakan, pemerintah sudah selayaknya memberikan perhatian khusus terhadap pasokan listrik. Apalagi untuk kebutuhan rumah sakit. Sebab, jika aliran listrik terganggu maka akan mempengaruhi pelayanan kesehatan bagi pasien dan mengakibatkan tak optimalnya penanganan pasien Covid-19 dan pencegahan penyebarannya.
“Pemerintah dalam hal ini PLN harus bisa memastikan pasokan listrik bagi rumah sakit dan puskesmas tidak terganggu,” cetusnya.
Sepanjang Kuartal I 2020 ini, realisasi penjualan listrik PLN sendiri sebanyak 61,15 Terawatt Hour (TWh). Jumlah tersebut tumbuh 4,61% dibanding realisasi pada Kuartal I 2019 yang sebesar 58,46 TWh, meski tak sekencang periode yang sama tahun lalu yang tumbuh sebesar 5,49%. Karena imbas pandemi, konsumsi listrik di segmen industri dan bisnis memang melambat.
Namun demikian, pertumbuhan listrik untuk segmen rumah tangga di kuartal I 2020 justru mengalami peningkatan sebesar 7,54%, karena adanya kebijakan Work From Home (WFH).
Asal tahu saja, konsumsi listrik di DKI Jakarta saja, sebagai episentrum penyebaran covid-19, mencapai 32.779,2 Giga watt hour (Gwh) dengan 4,4 juta pelanggan. Konsumsi listrik terbesar di Jakarta tersalurkan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, yakni mencapai 13.199 Gwh atau 19,57% dari total konsumsi (*)