Jakarta – Sepanjang paruh pertama 2018, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) berhasil menekan angka kerugian menjadi US$114 juta. Angka itu turun hampir 60% dibandingkan kerugian yang diderita Garuda Indonesia di periode sama tahun lalu sebesar US$284 juta.
Membaiknya kinerja Garuda Indonesia di semester I 2018 itu ditopang meningkatnya pendapatan operasional sebesar US$1,9 miliar, atau tumbuh 5,9% year on year (yoy) dibanding tahun lalu sebesar US$1,8 miliar. Peningkatan revenue tersebut juga diimbangi dengan keberhasilan menekan biaya operasional di mana tercatat US$2,10 miliar, alias hanya naik 0,3% dibanding periode tahun sebelumnya.
“Kinerja keuangan kami membaik. Operating revenue tumbuh hampir 6%, sementara pengeluaran operasional bisa kita jaga terus sehingga nyaris stagnan atau hampir sama dengan tahun sebelumnya. Maka kerugian bisa kami tekan hampir 60% dari tahun lalu,” papar Pahala N Mansury, Direktur Utama Garuda Indonesia usai pers conference di Jakarta, Senin, 30 Juli 2018.
Baca juga: Garuda Tambah Frekuensi Rute Medan-Nias
Kenaikan pendapatan operasional Garuda Indonesia antara lain ditunjang kenaikan jumlah penumpang, cargo revenue, ancillary revenue dan utilisasi pesawat.Maskapai penerbangan pelat merah ini tercatat menerbangkan 18,7 juta penumpang di periode Januari-Juni 2018, naik 8,3% dibanding tahun sebelumnya.
“Dalam dunia airlines, triwulan III dan IV biasanya akan lebih baik. Kan ada peak season dan low season. Libur Lebaran kemarin yang lebih panjang juga cukup membantu,” imbuh Pahala.
Ia menambahkan, depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika dan naiknya harga avtur berpengaruh terhadap kinerja Garuda Indonesia. Sejauh ini harga fuel mengalami kenaikan sekitar 12%.
“Sebenarnya kami bisa tumbuh lebih tinggi dari angka-angka yang tadi dipaparkan bila tidak terjadi kenaikan harga fuel dan depresiasi nilai tukar rupiah,” tegasnya. (Ari A)