Jakarta – Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen di tahun 2025 akan menggerus daya beli konsumen. Pasalnya, kenaikan tersebut akan berdampak kepada seluruh lapisan masyarakat.
“Karena yang namanya PPN 12 persen itukan kita semua harus bayar lapisan masyarakat rendah, medium, atas semua harus bayar. Nah sehingga kalau daya beli masyarakat rendah seperti yang tadi saya katakan konsumsi kan mulai di rem-rem,” ujar Direktur Eksekutif Indef, Esther Sri Astuti kepada awak media di Jakarta, Kamis 14 Maret 2024.
Baca juga: Apindo Soal Kenaikan PPN 12 Persen: Daya Beli Masyarakat Bisa Turun
Sehingga, lanjut Esther, bila konsumsi masyarakat atau konsumsi rumah tangga loyo, maka akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.
Di mana konsumsi masyarakat menjadi motor penggerak utama perekonomian di Tanah Air, atau berkontribusi sekitar 53 persen dari pertumbuhan ekonomi.
Hal ini juga bukan hanya berdampak kepda sektor formal saja yang diwajibkan membayar pajak, namun juga berdampak pada sektor informal.
“Sektor informal juga beli bahan baku untuk diolah, kan juga bayar pajak. Jadi tetap kena dampaknya semua itu,” imbuhnya.
Baca juga: Airlangga Pastikan Tarif PPN Naik Jadi 12 Persen di 2025
Adapun, Esther menyebut bahwa peningkatan tarif PPN 12 persen seharusnya dilakukan ketika pertumbuhan ekonomi sedang tinggi. Jika tarif pajak ditingkatkan selama pertumbuhan ekonomi sedang stagnan, hal itu bisa melemahkan pertumbuhan ekonomi masyarakat.
“Tax revenue itu teorinya kalau pertumbuhan ekonomi tinggi tax revenue tinggi. Ini kalau tarif pajak ditingkatkan, itu melemahkan pertumbuhan ekonomi artinya tax revenue-nya lebih sedikit. Jadi harus tumbuh dulu ekonominya baru tax revenue lebih meningkat,” pungkasnya. (*)
Editor: Galih Pratama