Jakarta – Harga beras terus merangkak naik dalam beberapa bulan terakhir. Tren kenaikan harga beras pun tak kunjung turun sejak 14 bulan terakhir.
Kondisi ini diperkirakan akan terus sebagai salah satu dampak dari fenomena El Nino yang menghambat laju penurunan inflasi beras.
Kepala Ekonom Bank Permata Joshua Pardede menjelaskan, kenaikan harga beras yang berdampak dari fenomena El Nino yang menyebabkan musim kemarau dan kekeringan.
Baca juga: Sri Mulyani Pamer Inflasi Indonesia Terbaik di Antara Negara G20 dan ASEAN
“Kenaikan harga beras inilah yang bisa menyebabkan inflasi. Oleh karena itu, pemerintah harus secepatnya mengambil berbagai kebijakan untuk mengatasi masalah ini,” kata Joshua dalam acara Outlook 2024 : Bagaimana Dunia Usaha Melihat Pemikiran Ekonomi Capres, di Jakarta, Kamis (21/9).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), harga beras eceran naik 1,43 persen secara bulanan (mtm) pada Agustus 2023, sementara secara tahunan, naik 13,76 persen (yoy).
Adapun, beras menjadi komoditas penyumbang inflasi terbesar di Agustus 2023, sebesar 0,05 persen. Adapun, tingkat inflasi tahunan Indonesia pada Agustus sebesar 3,27 persen (yoy).
Menurutnya, penurunan inflasi akan sulit terjadi selama fenomena El Nino belum berakhir. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sendiri memprediksi El Nino akan bertahan pada level moderat hingga Desember 2023 hingga Februari 2024.
“Kita tidak mungkin menunggu panen raya kedua pada awal Maret-April 2024. Oleh karena itu pemerintah perlu mempertimbangkan membuka keran impor,” jelasnya.
Baca juga: Ekonom Prediksi Inflasi September 2023 Turun di Bawah 3 Persen, Ini Alasannya
Meski begitu, ia menekankan pembukaan keran impor beras yang terukur sesuai dengan kebutuhan nasional. Langkah ini bisa menjadi opsi untuk mengamankan stok beras sembali menunggu panen raya di April 2024 mendatang.
“Di situlah pentingnya peran stock management kalau kita ingin melakukan impor beras,” pungkasnya. (*)
Editor: Galih Pratama