Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan hubungan baik yang dijalin oleh negara-negara ASEAN dan Uni Eropa (UE) harus terus dilanjutkan kebermanfaatannya. Dimana pada tahun ini, hubungan bilateral ASEAN dan Uni Eropa telah memasuki tahun yang ke-45.
“Hubungan yang sudah berjalan baik ini harus dimanfaatkan dengan terus menjaga kolaborasi yang erat antara dua kawasan. Ekonomi Digital, Energi Hijau, serta sektor Usaha, Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan beberapa contoh sektor potensial yang bisa dikembangkan,” ujar Menko Airlangga.
Kemudian, Ke-ketua-an Indonesia di ASEAN 2023 dan Presidensi Swedia di Uni Eropa 2023 diharapkan dapat membangun dan mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan di kedua kawasan.
“Kedua pihak tentunya ingin melakukan langkah sinergi yang strategis, memanfaatkan peran penting Indonesia dan Swedia yang memegang Ke-ketua-an (Chairmanship) di kawasan masing-masing pada tahun 2023 mendatang,” kata Menko Airlangga yang juga Ketum Golkar ini.
Menanggapi hal itu, pakar perdagangan ekonomi dunia dan politik internasional UGM, Riza Noer Arfani mengatakan, ini adalah momen bagi Indonesia untuk meningkatkan kerjasama ASEAN-Uni Eropa lebih dari sekedar seremonial belaka.
“Dengan menjadi Ketua Asean bisa menekankan hubungan yang non diplomatis, menghubungan antar industri dan antar masyarakat,” tegas Riza.
Agenda Kekuatan Indonesia di ASEAN 2023 dapat didorong untuk menghubungkan antar industri juga manusianya. “Selama ini hubungan kemitraan yang dijalin ASEAN dengan Uni Eropa, sebatas hanya hubungan diplomatik, seremonial, kalau itu menguntungkan akan dijalankan,” jelas Riza.
Masih ada beberapa hal yang mengganjal dari hubungan ASEAN-Uni Eropa. Misalnya, masalah di komunitas sawit yang mendapatkan kampanye negatif dari negara-negara Uni Eropa.
Kemudian tentang gugatan Uni Eropa terhadap Indonesia di WTO atas kasus Nikel. Pemerintah Indonesia melarang ekspor bahan mentah bijih nikel untuk mengembangkan hilirisasi produk dalam negeri.
“Kepentingan Indonesia melarang ekspor bijih nikel untuk kepentingan kesejahteraan dalam negeri tidak dipertimbangkan. Sebagai gantinya mereka malah berperkara ke WTO.” ungkap Riza.
Untuk itu, Riza kembali menegaskan, dalam Keketua-an Indonesia di ASEAN perlu ditegaskan kemitraan yang akan dilanjuti, kemitraan yang aktual, kepentingan bersama antara negara negara ini.
Saat perekonomian global tengah dilanda krisis multidimensional, perekonomian kawasan Asia Tenggara diproyeksikan masih akan tetap stabil dan tangguh menghadapi berbagai tantangan global.
Hal ini selaras dengan proyeksi International Monetary Fund (IMF) yang menyatakan pertumbuhan ekonomi kawasan Asia Tenggara akan mencapai 4,3% di tahun depan. Tidak terkecuali Indonesia. (*)