Jakarta – Kepala Subdirektorat Pengelolaan Risiko Aset dan Kewajiban Negara Direktorat PRKN DJPPR Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Herry Indratno menyoroti pentingnya ketahanan fiskal terhadap bencana alam di Indonesia.
Menurutnya, bencana alam yang kerap terjadi di Indonesia menimbulkan kerugian secara finansial yang cukup besar. Nilainya pun rata-rata mencapai Rp22 triliun per tahun.
“Padahal, skema penanggulangan bencana konvensional yang menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan dana cadangan belum cukup efektif terutama untuk bencana berskala besar,” katanya dalam seminar nasional bertajuk “A Pathway to Responsive, Reliable, and Responsible Risk Financing”, di Jakarta, Kamis (14/6).
Baca juga : Pemerintah Siapkan Dana Rp1 Triliun untuk Asuransi Parametrik
Atas dasar itu, lanjut Herry, pemerintah tengah mengembangkan strategi pembiayaan dan asuransi risiko bencana yang lebih inovatif dan berkelanjutan melalui asuransi parametik, yang dinilai mampu memberikan pencairan dana secara cepat, objektif, dan transparan.
“Skema ini juga akan mendorong partisipasi sektor non-pemerintah, termasuk industri asuransi nasional dan global,” jelasnya.
Sekedar informasi, seminar ini juga menggarisbawahi hasil kajian Indonesia Re, Kemenkeu, Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Maipark, meliputi desain, modelling risiko, skema, instrumen dan mekanisme pembiayaan dampak bencana serta mencakup pengembangan produk asuransi parametrik terutama untuk risiko gempa dan banjir.
Baca juga : Dana Instan Asuransi Parametrik Siap Mengalir ke Daerah Terdampak Bencana, Segini Nilainya
Produk parametrik ini bertujuan melindungi posisi fiskal pemerintah daerah, serta memastikan tersedianya dana cepat pasca bencana untuk keperluan tanggung darurat.
Inisiatif ini diharapkan dapat diluncurkan di 2026. Dalam implementasinya, produk parametrik rencananya akan menggandeng keterlibatan dari berbagai pihak yang relevan terutama industri asuransi dan reasuransi yang selaras dengan visi asosiasi industri perasuransian. (*)
Editor: Galih Pratama










