Jakarta – Harga minyak goreng yang sempat melambung tinggi pada awal tahun sempat menimbulkan keresahan masyarakat. Menanggapi hal ini, Kementerian Perdagangan menilai bahwa kenaikan harga tersebut adalah sebuah anomali yang disebabkan oleh pandemi.
“Bagi Pemerintah, ini (kenaikan harga minyak) adalah anomali. Anomalinya apa? Harga tinggi karena kebutuhan-kebutuhan dunia tinggi, pasokan minyak nabati dunia kekurangan, dan ada berbagai gangguan seperti gangguan panen akibat musim hujan dan pandemi,” jelas Oke Nurwan, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan pada paparan virtualnya, Kamis, 3 Februari 2022.
Nurwan menepis bahwa kenaikan harga disebabkan oleh kesalahan sistem industri kelapa sawit dari hulu ke hilir, maupun persaingan bisnis yang tidak sehat. Meskipun demikian, ia mengakui bahwa harga minyak goreng dalam negeri saat ini terlalu bergantung kepada harga CPO internasional, sehingga kenaikan harga bisa terjadi.
“Pemerintah mengakui pada saat ini ada yang tidak benar. Kami mengakui ternyata ada sistem di kebijakan kita yang terlalu melepas harga minyak goreng ke mekanisme perdagangan. Harga minyak goreng dalam negeri dibiarkan ketergantungan ke harga CPO internasional,” ujarnya.
Kemendag mengungkapkan saat ini Pemerintah tengah fokus dalam memperbaiki kebijakan tersebut. Dengan demikian, harga minyak goreng dalam negeri bisa tetap stabil, meskipun di tengah kenaikan harga CPO internasional.
“Penyebab utama yang harus diperbaiki adalah melepas harga minyak goreng domestik pada ketergantungan internasional. Saat ini konsentrasi pemerintah adalah bagaimana melepaskan belenggu tersebut,” ucapnya. (*)
Editor: Rezkiana Nisaputra