Jakarta – Terpilihnya Joe Biden sebagai Presiden AS dinilai belum menjadi angin segar untuk perekonomian maupun perdagangan Indonesia.
Institute for Development of Economics and Finance (Indef) bahkan menilai, pemerintahan Biden akan lebih memilih kerjasama perdagangan secara regional daripada bilateral.
“Salah satunya akan kembali mengikuti Trans Pacific Partnership (TPP) yang dicetuskan pada kepemimpinan Obama. Ruang bilateral akan menjadi lebih ketat antara Indonesia dan AS,” kata Ekonom Indef Andry Satrio Nugroho melalui keterangan resminya di Jakarta, Senin 9 November 2020.
Tak hanya itu, dampak kemenangan Biden juga belum begitu berdampak terhadap pemulihan ekonomi global. Sebab agenda ekonomi Biden belum akan terealisasi hingga tahun depan atau setelah pandemi Covid-19 berakhir.
Pendapat yang sama juga dilontarkan Ekonom Senior UI Faisal Basri. Ia menganggap kemenangan Joe Biden kemungkinan kurang menguntungkan Indonesia. Hal ini dikarenakan Partai yang dinaungi Biden yakni Demokrat terlihat akan mengutamakan penekanan defisit anggaran.
Hal tersebut tentu akan memperkuat ekonomi AS, namun bakal berdampak negatif ke negara emerging market seperti Indonesia. Faisal menilai kebijakan yang dipilih tersebut bakal mengganggu pergerakan rupiah.
“Partai Demokrat itu cenderung akan menahan defisit, menurunkan defisit, akan menaikkan pajak untuk orang kaya. Nah itu bagus untuk ekonomiAS, artinya memperkuat USD karena defisitnya turun. Nah akibatnya apa? Rupiahnya melamah,” jelas Faisal.
Sebagai informasi saja, Joe Biden menjadi Presiden ke-46 di Negeri Paman Sam. Dalam pemilu yang berlangsung cukup ketat tersebut, Joe Biden mampu mengungguli Donald Trump untuk mengantongi batas minimal 270 suara elektoral. Hingga Sabtu (8/11) waktu AS, The Associated Press mencatat Joe telah memeroleh raihan 290 suara elektoral berbanding 214 milik Donald. (*)
Editor: Rezkiana Np