Jakarta – Sekretaris Ditjen Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas (Binalattas) Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Kunjung Masehat menilai banyaknya tingkat pengangguran pada lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) lebih disebabkan oleh ketidaksamaan antara kurikulum pendidikan SMK dengan kebutuhan industri.
“Kalau menurut kami gimana menghubungkan antara sistem pendidikan dengan kebutuhan industri. Kalau tempat pelatihan kami mengubah kurikulumkan mudah,” ungkap Kunjung di Hotel Ayana MidPlaza, Jakarta, Rabu 8 November 2017.
Dirinya menambahkan, pihaknya di Kemenaker juga telah memfasilitasi para calon pelamar kerja di Balai Latihan Kerja (BLK) dengan pelatihan sistem link and match, dimana para calon pelamar kerja bisa menganalisis kebutuhan industri.
“Ketika butuh pelatihan di bidang A, kita bisa ajak industri untuk gelar pelatihan. Itulah disebut link and match. Tapi data sekarang SMK lebih besar penganggurannya mungkin tidak link and macth antara produk pendidikan dengan industri,” tambahnya.
Dirinya menjelaskan, pada sektor industri otomotif saat ini telah mengalami kemajuan teknologi dimana adanya sistem hybrid, kemajuan tersebut harus dibarengi oleh penyesuaian kurikulum dengan kebutuhan industri.
“Misalnya sekarang mobil sudah tidak lagi manual, mestinya di kejuruan otomotif kan melatihkan. Misal kalau ke depannya hybrid kan mestinya itu yang diajarkan” tambahnya.
Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah pengangguran di Indonesia sebesar 7,04 juta orang per Agustus 2017. Sementara itu, tingkat pengangguran terbuka tertinggi terdapat pada lulusan pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebesar 11,41%.(*)