Jakarta – Bank Indonesia (BI) mengaku tetap menerapkan kebijakan moneter yang “hawkish” atau cenderung mengetatkan kebijakan moneternya guna mendorong imbal hasil instrumen keuangan domestik lebih atraktif dan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
“Kami tetap fokus bahwa instrumen moneter digunakan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan ekonomi,” ujar Gubernur BI Perry Warjiyo di Jakarta, Kamis, 19 Juli 2018.
Asal tahu saja dalam Rapat Dewan Gubernur BI Juli 2018, BI menahan suku bunga acuan di 5,25 persen, setelah menaikkan 100 basis poin (bps) yang dilakukan dalam dua bulan terakhir. Arah kebijakan moneter akan tetap “hawkish” namun pelonggaran dilakukan melalui kebijakan makroprudensial.
Di tengah melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS saat ini, dirinya menyebutkan, bahwa besaran bunga acuan saat ini sudah cukup untuk membuat imbal hasil instrumen keuangan di pasar domestik menarik dan membawa investor asing kembali ke Tanah Air.
Baca juga: BI Kaji Aktifkan Lagi SBI Tenor 9 dan 12 Bulan
Menurutnya, selisih (spread) antara obligasi pemerintah AS, imbal hasil instrumen keuangan negara dengan kapasitas ekonomi setara (peers) dengan Indonesia, masih dalam rentang yang wajar. BI masih memperkirakan imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun akan meningkat hingga 3,4 persen di akhir tahun karena perkiraan perbaikan data ekonomi di AS.
“Kami pandang suku bunga kebijakan kita cukup kompetitif untuk memberi ruang masuknya aliran modal asing,” ucapnya.
Di sisi lain, tekanan ekonomi global saat ini terhadap Indonesia, tambah Perry, paling banyak masih bersumber dari perkembangan perang dagang China dan AS. Sejak Januari 2018 hingga 18 Juli 2018, rupiah sudah melemah 5,8 persen (year to date/ytd). (*)