Jakarta – Perekonomian global yang masih dipenuhi dengan ketidakpastian pasca dihantam pandemi Covid-19, dikhawatirkan akan memberikan efek rambatan terhadap perekonomian di Tanah Air. Hal ini membuat Bank Indonesia (BI) terus memperbarui stance kebijakan moneter yang pre-emptive dan forward looking.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK), BI memiliki mandat dalam menjaga Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Dalam hal ini, BI menetapkan dan melaksanakan kebijakan makroprudensial salah satunya dengan upaya mendorong fungsi intermediasi yang seimbang, berkualitas, dan berkelanjutan.
BI terus memperkuat fungsi intermediasi dengan memperbarui respons bauran kebijakan, salah satunya memberlakukan peningkatan insentif kebijakan makroprudensial untuk mendorong pertumbuhan kredit/pembiayaan perbankan kepada sektor-sektor prioritas yang belum pulih, Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan kredit/pembiayaan hijau sejak 1 April 2023.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendorong pemulihan ekonomi nasional, BI secara konsisten menempuh kebijakan makroprudensial yang cenderung longgar dan dilakukan dalam bauran kebijakan yang optimal bersama kebijakan moneter yang diarahkan untuk menjaga stabilitas ekonomi.
“Dalam kaitan ini kebijakan makroprudensial longgar kami arahkan untuk terus mendorong kredit dan pembiayaan perbankan bagi dunia usaha dan saat ini kami tingkatkan melalui pemberian insentif likuiditas kepada bank-bank yang berkontribusi tinggi dalam penyaluran kredit kepada sektor prioritas termasuk UMKM, inklusif dan hijau,” ujar Perry.
Baca juga: Neraca Pembayaran Surplus Bukti Ketahanan Eksternal RI Terjaga
Dalam kebijakan ini, disebutkan bahwa, BI meningkatkan besaran total insentif makroprudensial yang dapat diterima bank, dari sebelumnya paling besar 200 bps menjadi paling besar 280 bps. Total insentif tersebut terdiri dari insentif atas kredit/pembiayaan kepada sektor prioritas paling tinggi sebesar 1,5%, insentif atas penyaluran KUR dan kredit UMKM meningkat dua kali lipat menjadi paling tinggi sebesar 1%, dan insentif atas penyaluran kredit/pembiayaan hijau paling tinggi sebesar 0,3%.
Kemudian, realokasi penerima insentif makroprudensial kepada kelompok subsektor Penopang Pemulihan (Slow Starter) dengan threshold pertumbuhan kredit/pembiayaan tetap rendah, yaitu sebesar minimal 1%.
Lalu, menaikkan threshold pertumbuhan kredit/pembiayaan untuk kelompok Penggerak Pertumbuhan (Growth Driver) dan kelompok Berdaya Tahan (Resilience) dari semula 1% menjadi masing-masing 3% dan 5%.
Sementara itu, Deputi Gubernur BI, Juda Agung menyebutkan, BI selalu konsisten di dalam menerapkan bauran kebijakan untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi dengan mengimplemetasikan kebijakan makroprudensial yang tetap diarahkan kepada pro-growth.
“Konsistensi kebijakan itu juga didukung inovasi ditengah siklus keuangan yang masih mengalami pemulihan. BI berinovasi dengan kebijakan makroprudensial untuk dapat mendorong sektor-sektor yang mendukung pemulihan ekonomi dengan juga mendukung sektor-sektor yang terkena scaring effect, serta sektor inklusi dan hijau,” ungkap Juda.
Dengan adanya pembaruan bauran kebijakan dalam mendorong sektor prioritas untuk segera pulih pasca pandemi Covid-19, di mana standar penyaluran kredit/pembiayaan perbankan tetap longgar, diharapkan kredit perbankan di sektor tersebut akan terus tumbuh dan berlanjut untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional.
Seperti diketahui, hingga Maret 2023 sejalan dengan stance kebijakan likuiditas BI, indikator rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) tercatat tinggi, yaitu 28,91%. Likuiditas perekonomian juga memadai tecermin pada uang beredar dalam arti sempit (M1) dan luas (M2) yang masing-masing tumbuh sebesar 4,8% yoy dan 6,2% yoy.
Baca juga: BI Catat Neraca Pembayaran RI Kembali Surplus USD6,5 Miliar
Sementara itu, intermediasi perbankan juga terus melanjutkan tren positif. Pada Maret 2023 pertumbuhan kredit perbankan tetap tinggi sebesar 9,93% yoy. Di segmen UMKM, pertumbuhan kredit juga terus berlanjut, yaitu mencapai 8,63% yoy, didukung realisasi penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp30,31 triliun hingga 31 Maret 2023.
Ketahanan sistem keuangan, khususnya perbankan tetap terjaga, baik dari sisi permodalan, risiko kredit, maupun likuiditas. Permodalan perbankan kuat dengan rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio /CAR) sebesar 26,02% pada Februari 2023.Risiko kredit juga terkendali, tercermin dari rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan /NPL) yang rendah, yaitu NPL bruto 2,58% dan NPL neto 0,75% pada Februari 2023. Likuiditas perbankan pada Maret 2023 juga terjaga didukung pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 7,00% yoy. (*)
Editor: Rezkiana Nisaputra