Jakarta — Bencana dari merebaknya wabah penyakit yang disebabkan oleh virus corona (Covid-19) tidak hanya menyerang penderitanya, namun juga perekonomian secara global. Kala Covid-19 membunuh dengan merusak paru-paru penderitanya, perekonomian nasional perlu dijaga kesehatan “paru-paru” lewat kebijakan yang tepat. Sehingga roda perekonomian bisa terus berputar dan masyarakat bisa terus bernapas.
Mantan Ketua Umum Perbanas, Sigit Pramono menilai, dalam situasi penuh tekanan seperti sekarang ini, otak-atik kebijakan ekonomi makro dan moneter tidak banyak manfaatnya. “Lebih ampuh kebijakan fiskal, kebijakan yang lebih mikro, yang lebih sektoral,” tukasnya kepada infobanknews di Jakarta, Kamis (26/3/2020).
Menurut mantan bankir senior itu, kebijakan penghapusan dan atau keringanan pajak, restrukturisasi kredit secara masif sangat dibutuhkan untuk menyelamatkan sektor riil. Presiden, Menkeu, Ketua OJK sudah pernah menyampaikan kebijakan-kebijakan tersebut, tetapi menurut Sigit juklak dan juknis belum ada. “Bank-bank juga belum siap menerapkan. Padahal jika sektor riil diibaratkan orang yang sedang tenggelam, air sudah setinggi dagu,” tukasnya.
Dia mengkhawatirkan bila sampai terjadi gelombang PHK besar-besaran jika tidak ditangani sangat segera berisiko memicu kerusuhan sosial.
Sementara itu, Institute for Development of Economics and Finance (Indef) meminta Pemerintah untuk cepat tanggap memulihkan kondisi pandemi Covid-19 yang sedang berlangsung di Indonesia. Indef bahkan menilai, bila penyelesaian wabah ini berlangsung lama dapat mengancam pertumbuhan ekonomi nasional.
Hal tersebut disampaikan Kepala Center of Macroeconomics and Finance Indef M. Rizal Taufikurohman ketika mengadakan diskusi online bersama media. Rizal memprediksi, ekonomi RI bakal terkoreksi turun hingga 3,66% bila penanganan COVID-19 berlangsung lama sampai 6 bulan. Dengan begitu, pertumbuhan ekonomi RI bisa hanya menyentuh 1,5% di 2020.
Pemerintah sendiri telah merilis berbagai kebijakan untuk tetap mendorong perekonomian nasional bertumbuh di tengah pandemi Covid-19. Pemerintah mengeluarkan 9 kebijakan yang disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Selasa (24/3/2020).
Pertama, Jokowi memerintahkan seluruh menteri, gubernur dan wali kota memangkas rencana belanja yang bukan belanja prioritas dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Kedua, Presiden meminta pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk mengalokasikan ulang anggarannya untuk mempercepat pengentasan dampak corona, baik dari sisi kesehatan dan ekonomi.
Ketiga, Jokowi meminta pemerintah pusat serta pemerintah daerah menjamin ketersediaan bahan pokok, diikuti dengan memastikan terjaganya daya beli masyarakat, terutama masyarakat lapisan bawah.
Keempat, Jokowi meminta program Padat Karya Tunai diperbanyak dan dilipatgandakan, dengan catatan harus diikuti dengan kepatuhan terhadap protokol pencegahan virus corona, yaitu menjaga jarak aman satu sama lain.
Kelima, Presiden bilang pemerintah memberikan tambahan sebesar Rp50.000 pada pemegang kartu sembako murah selama enam bulan.
Keenam, Jokowi mempercepat impelemntasi kartu pra-kerja guna mengantisipasi pekerja yang terkena PHK, pekerja kehilangan penghasilan, dan penugusaha mikro yang kehilangan pasar dan omzetnya.
Ketujuh, pemerintah juga membayarkan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 yang selama ini dibayar oleh wajib pajak (WP) karyawan di industri pengolahan. Alokasi anggaran yang disediakan mencapai Rp8,6 triliun.
Kedelapan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan relaksasi kredit di bawah Rp 10 miliar untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Relaksasi tersebut berupa penurunuan bunga dan penundaan cicilan selama setahun, baik dari perbankan dan industri keuangan nonbank.
Kesembilan, masyarakat berpenghasilan rendah yang melakukan kredit kepemilikan rumah (KPR) bersubsidi, akan diberikan stimulus. Pemerintah memberikan subsidi bunga hingga masa angsuran 10 tahun. Jika bunga di atas 5 persen, maka selisih bunga dibayar pemerintah. Selain itu, ada juga bantuan pemberian subsidi uang muka bagi kredit rumah bersubsidi, dengan alokasi anggaran yang disiapkan mencapai Rp1,5 triliun. (*)