Jakarta – Kasus pamer harta yang dilakukan oleh pejabat pemerintah tengah menjadi sorotan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Jokowi menyampaikan rasa kekecewaannya terhadap para pejabat kementerian keuangan yang gemar pamer harta di media sosial. Bahkan Jokowi memaklumi kekecewaan masyarakat terhadap para pembantu pemerintahannya.
“Peristiwa di pajak dan bea cukai saya tahu betul mengikuti kekecewaan masyarakat terhadap pemerintah. Kalau seperti itu menurut saya pantas rakyat kecewa karena pelayanannya dianggap tidak baik kemudian aparatnya perilakunya jumawa dan pamer kuasa kemudian pamer kekayaan (hedonis),” ungkap Jokowi belum lama ini.
Kekesalan yang diungkapkan Jokowi merupakan buntut dari kasus Rafael Alun Trisambodo yang memiliki kekayaan yang fantastis dan tak wajar. Serta, Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto, yang juga telah dicopot dari jabatannya akibat pamer harta.
Dari kasus tersebut, tentunya menimbulkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah semakin menjadi-jadi, khususnya pada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu.
Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono menilai, runtuhnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi DJP merupakan hal wajar.
“Tidak dapat dipungkiri bahwa peribahasa “karena nila setitik, rusak susu sebelanga” cocok untuk kondisi yang menimpa DJP saat ini. Hanya karena ulah satu oknum pegawai pajak, seolah-olah runtuh kepercayaan masyarakat terhadap institusi DJP,” ujar Prianto, saat dihubungi Infobanknews, dikutip Selasa, 7 Maret 2023.
Lebih lanjut, ketidakpatuhan dan kepatuhan pajak itu merupakan sesuatu yang kompleks. Dua faktor yang relevan sesuai kondisi saat ini adalah faktor psikologis dan faktor sosiologis.
“Faktor psikologis dapat disebabkan oleh perilaku oknum pegawai pajak seperti apa yang sekarang terjadi terjadi. Faktor sosiologis juga terlihat dari ajakan hastag untuk boikot bayar pajak di medsos,” ungkap Prianto.
Dalam mengembalikan kepercayaan masyarakat, menurutnya, pemerintah perlu menerapkan strategi “service & trust”. Artinya, DJP tetap memberi pelayanan terbaik kepada Wajib Pajak agar mereka kembali percaya. Selain itu, DJP perlu membangun tax awareness tentang risiko tidak patuh pajak sesuai UU pajak.
“DJP perlu mengedukasi bahwa tidak bayar pajak dapat memunculkan surat cinta, surat teguran, pemeriksaan, hingga penyidikan pajak. Wewenang demikian sudah tercantum di UU pajak yang telah disetujui masyarakat melalui perwakilan mereka di DPR,” jelasnya.
Seperti diketahui, saat ini, Rafael Alun tengah menjalani proses pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mobil Rubicon hingga motor gede (moge) Harley Davidson yang kerap dipamerkan oleh anaknya Mario Dandy di media sosial yang tak masuk daftar kekayaan di LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara), diakui bukan miliknya. Melainkan milik keluarga yang ia pinjam.
Berdasarkan data dari e-LHKPN, kekayaan Rafael berjumlah Rp56,1 miliar. Dengan rincian, tanah dan bangunan Rp51,93 miliar, transportasi Rp125 juta (Toyota Camry 2008) dan Rp300 juta (Toyota Kijang 2018), harta bergerak Rp420 juta, surat berharga Rp1,5 miliar, kas & setara kas Rp1,3 miliar, dan harta lainnya Rp419 juta.
Tak hanya itu, nama Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto, juga ikut-ikutan menjadi sorotan akibat pamer harta di media sosial, seperti mobil antik hingga Pesawat Cesna.
Eko mengaku, bahwa foto Pesawat Cesna yang dipamerkan di medsos diambil dalam rangka latihan terbang, yang dimiliki oleh FASI. Kemudian, motor gede (moge) yang Eko pamerkan di media sosial adalah pinjaman. Namun Eko mengakui memiliki moge yang tidak dilaporkan di LHKPN.
Saat ini Eko telah dicopot dari jabatannya dan tengah menjalani proses pemeriksaan di KPK. Sebagai informasi, Eko melaporkan kekayaannya ke LHKPN pada 15 Januari 2022 untuk periode 2021. Harta eko tercatat menyentuh Rp15,7 miliar, sementara utangnya Rp9 miliar. Sehingga total hartanya Rp6,7 miliar di 2021. (*)
Editor: Rezkiana Nisaputra