Jakarta – Persidangan kasus kredit macet Bank OCBC NISP yang digelar di Sidoarjo pada 5 Juli 2023, terungkap perbuatan melawan hukum yang dilakukan pemegang saham dan pengurus PT Hair Star Indonesia (HSI). Atas perbuatan PT HIS, pihak bank mengalami kerugian senilai Rp232 miliar.
Pada dasarnya, PT HSI sebagai debitur melanggar klausul negative covenant berupa larangan kepada debitur untuk melakukan perubahan susunan pemegang saham dan susunan pengurus sebagaimana diatur dalam Perjanjian Kredit.
Business Head Corporate Banking OCBC NISP Cabang Surabaya, Johannes Roy melalui kesaksiannya menyatakan bahwa debitur PT HSI melakukan negative covenant atau larangan kepada debitur untuk melakukan perubahan susunan pemegang saham dan susunan pengurus.
“Pernah ada pemberitahuan dari PT HSI terkait pergantian perubahan susunan pengurus dan/atau pemegang saham termasuk perubahan susunan pemegang saham di 2016. Namun, perubahan susunan pengurus dan pemegang saham yang terjadi pada Mei 2021 tidak pernah mendapat persetujuan tertulis dari bank,” kata kata Roy saat memberikan kesaksian di Pengadilan Negeri Sidoarjo, Jawa Timur dikutip, Kamis, 6 Juli 2023.
“Padahal, dalam perjanjian kredit antara Bank OCBC NISP dan PT HSI, jelas diatur tidak boleh dilakukan perubahan susunan pemegang saham, direksi, komisaris tanpa persetujuan tertulis dari bank,”tambahnya.
Baca juga: Ted Sioeng, Debitur “Sontoloyo” Pulanglah Selesaikan Kredit Macetmu di Bank Mayapada
Dalam persidangan yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim PN Sidoarjo, Moh. Fatkan SH, M.Hum itu, Roy menjelaskan, Bank OCBC NISP sebagai kreditur mengetahui adanya perubahan tersebut setelah debitur dinyatakan dalam keadaan PKPU pada Juni 2021.
Barulah pada Juli 2021 debitur menyampaikan secara lisan kepada bank bahwa PT HSI sudah tidak ada hubungan dengan PT Hari Mahardika Usaha (HMU), pemegang 50% saham PT HSI. Di mana Susilo Wonowidjojo memiliki 99,99% saham di PT HMU.
“Saya baru mengetahui perubahan susunan kepengurusan dan kepemilikan saham PT HSI saat PT HSI dinyatakan dalam keadaan PKPU. Selanjutnya, PKPU berakhir dengan kepailitan karena pada saat voting perpanjangan masa PKPU disetujui oleh seluruh bank, namun kreditur Konkuren menolak perpanjangan, sehingga HSI menjadi pailit,” tambah Roy.
Roy menjelaskan sebelum dinyatakan pailit, kondisi keuangan PT HSI dinilai masih bagus, karena Bank OCBC NISP selaku kreditur selalu mendapatkan laporan keuangan PT HSI setiap 6 bulan sekali, dan sebelum dinyatakan PKPU dan berujung pailit perusahaan ini juga masih lancar membayar kreditnya.
Dengan adanya pernyataan pailit terhadap PT HSI menyebabkan kerugian berupa kredit macet di Bank OCBC NISP senilai Rp232 miliar.
Saksi lainnya, Dani, Legal Officer Bank OCBC mengatakan berdasarkan perjanjian kredit, bahwa PT HSI sebagai debitur wajib terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari kreditur yakni Bank OCBC NISP, khususnya mengenai perubahan kepengurusan dan kepemilikan pemegang saham sebagaimana diatur dalam Poin 7.1.3 pada syarat dan ketentuan standar fasilitas perbankan Bank OCBC NISP.
Jaminan Kredit
Untuk memperoleh kredit dari Bank OCBC NISP, PT HSI memberikan jaminan berupa penempatan kas 15% dari limit pinjaman yang disediakan oleh bank, yakni USD2.775.000 dan beserta Fidusia Piutang senilai USD 7,4 juta.
“Hal ini sesuai dengan ketentuan pemberian kredit yang prudence dengan menerapkan prinsip 5C. Di antaranya, Collateral senilai cash 15% dan sisanya fidusia sehingga bernilai sekitar 50% dari nilai kredit yang diajukan PT HSI. Ini tidak cukup, sehingga kami menilai dari sisi Character dari pemegang saham, yakni Susilo Wonowidjojo. Beliau salah seorang yang punya kapasitas karena merupakan salah satu orang terkaya di Indonesia,” kata Roy.
Sementara, Kuasa Hukum Bank OCBC NISP Hasbi Setiawan mengatakan, kesaksian dari dua orang saksi yang dihadirkan, semakin membuktikan bahwa adanya langkah-langkah sistematis yang dilakukan Pemegang saham dan para pengurus untuk menghindar dari tanggungjawabnya membayar utang kepada Bank OCBC NISP.
“Adanya perubahan kepemilikan saham dan perubahan susunan pengurus yang mempengaruhi stabilitas keuangan PT HSI, sehingga berimbas pada gagalnya PT HSI keluar dari proses PKPU dan berujung pailit,” kata Hasbi.
Baca juga: Waspada! Cyber Crime, “Tuyul Digital” dan Aksi Debitur “Sontoloyo” Pasca Restrukturisasi
Bank OCBC NISP sebagai penggugat juga sudah menunjukkan bukti-bukti guna mendukung dalil-dalil gugatan perbuatan melawan hukum yang merugikan Bank OCBC NISP, yakni kredit macet oleh para tergugat dan turut tergugat termasuk Susilo Wonowidjojo.
Perlu diketahui, beberapa pihak yang digugat oleh Bank OCBC NISP di antaranya Susilo Wonowidjojo (tergugat 1), PT Hari Mahardika Usaha (PT HMU) (tergugat 2), PT Surya Multi Flora (tergugat 3), Hadi Kristanto Niti Santoso (tergugat 4), dan Dra Linda Nitisantoso (tergugat 5).
Kemudian, Lianawati Setyo (tergugat 6), Norman Sartono M.A (tergugat 7), Heroik Jakub (tergugat 8), Tjandra Hartono (tergugat 9), Daniel Widjaja (tergugat 10) dan Sundoro Niti Santoso (tergugat 11) serta PT Hair Stair Indonesia (PT HSI) (turut tergugat 1), Ida Mustika S.H (turut tergugat 2). (*)