Jakarta – Pelaku industri asuransi meyakini kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya (Persero) tak akan mempengaruhi kinerja industri asuransi jiwa. Sebagai informasi, hingga Januari 2020 gagal bayar Jiwasraya telah mencapai Rp16 triliun. Bahkan, Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) sebelumnya juga menyampaikan bahwa kasus tersebut tidak mewakili industri asuransi jiwa secara keseluruhan.
“Menurut saya, dampak kasus Jiwasraya hanya sementara. Dengan upaya yang sedang dan akan dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), AAJI dan masing-masing perusahaan asuransi jiwa, kondisi akan membaik dan tetap bisa tumbuh tahun ini,” ujar Direktur Utama Bhinneka Life Wiroyo Karsono kepada wartawan di Jakarta, Jumat, 21 Februari 2020.
Keyakinannya tersebut, sejalan dengan pertumbuhan kinerja industri asuransi yang masih positif di 2019. Data OJK mencatat, sepanjang 2019 premi asuransi komersial yang dikumpulkan mencapai Rp281,2 triliun (tumbuh 8,0% yoy), dengan premi asuransi jiwa sebesar Rp179,1 triliun (tumbuh 4,1% yoy) serta premi asuransi umum/reasuransi sebesar Rp102,1 triliun.
Hal ini didukung permodalan industri asuransi yang terlihat dari Risk-Based Capital (RBC) industri asuransi umum dan asuransi jiwa yang masing-masing tercatat sebesar 345,35% dan 789,37%, lebih tinggi dari threshold 120%.
Demikian pula aset industri asuransi (asuransi jiwa, asuransi umum, reasuransi dan asuransi wajib) juga tumbuh positif 5,91% (yoy) dari Rp862,8 triliun pada 2018 menjadi Rp913,8 triliun pada Desember 2019. Jika ditambah dengan BPJS menjadi Rp1.370,4 triliun. Sementara nilai aset asuransi Jiwasraya tercatat sebesar Rp22,03 triliun atau hanya sekitar 1,6 persen dari total aset industri asuransi.
Ke depan, kolaborasi antara semua pihak baik pelaku usaha, pemerintah, asosiasi dan regulator menjadi hal penting agar kasus serupa tidak berulang kembali. Untuk itu, Wiroyo mendukung upaya regulator dalam mempercepat reformasi Industri Keuangan Non Bank (IKNB).
“Mendukung penuh, pasti tujuannya meningkatkan kepercayaan dan minat masyarakat terhadap produk asuransi jiwa, yg memang sgt penting bagi tiap keluarga. Dan untuk perlindungan nasabah, antara lain pembentukan Lembaga Penjamin Pemegang Polis (LPPP),” ungkapnya.
Senada, Ekonom Universitas Sebelas Maret (UNS) Lukman Hakim juga mengapresiasi langkah regulator untuk melakukan reformasi IKNB. Bahkan, kalau bisa reformasi IKNB ini dapat diselesaikan tahun ini. “Saya setuju untuk reformasi non bank secepatnya. Reformasi IKNB harus dipercepat kalau perlu dalam setahun ini selesai semua aturan. Mungkin (aturan) dari perbankan bisa langsung didesain, bisa diimplementasikan,” jelasnya. (*)