Jakarta – Program kartu prakerja diluncurkan pemerintah sejak April 2020 sebagai bentuk stimulus fiskal menghadapi pandemi Covid-19. Namun, terdapat Pro dan Kontra dalam pelaksanaan program ini, khususnya kontra dari sisi pelatihan yang menggunakan anggaran negara Rp5,6 triliun. Dari sisi pro, program ini diminati banyak pihak.
Menurut Esther Sri Astuti, Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), tantangan kartu prakerja saat ini seharusnya dapat menjadi solusi bagi mereka yang kena pemutusan hubungan kerja (PHK) di masa pandemi. Selain itu, perlu menyiapkan sumber daya manusia (SDM) agar mereka diterima di pasar tenaga kerja, sehingga dapat meningkatkan peningkatan ekonomi.
Esther mengungkapkan, jika melihat struktur tenaga kerja di Indonesia, dari 199,38 juta orang penduduk yang berada dalam usia kerja, hanya 13,02% penduduk yang berpendudukan tinggi. Sementara 8,89% maksimal lulusan SD dan lulusan SMA/SMK sebanyak 87%.
“Pertanyaannya adalah bagaimana kartu prakerja ini meng-capture penduduk yang berpendidikan rendah. Sementara pelatihan selama ini masih melalui online. Tidak semua melek teknologi dan bagus jaringan internetnya. Banyak penduduk yang hidup di remote area,” ungkapnya, dalam Diskusi Online INDEF, Selasa, 19 Mei 2020.
Selain itu, dari hasil riset INDEF menyatakan, berdasarkan presepsi masyarakat di media sosial, dari total 476,696 perbincangan sebanyak 67,77% diantaranya merupakan sentiment negatif. Kemudian, 32,23% merupakan sentiment positif. Sentiment negatif itu, terjadi karena beberapa isu krusial tentang kartu prakerja. Pertama, ada hubungan antara bansos dan kartu prakerja.
Kedua, lanjut dia, metode pelatihan online hanya bisa menjangkau usia tenaga kerja yang melek teknologi. Ketiga, materi metode online yang terjadi kurang interaksi antara instruktur dengan peserta. Keempat, materi pelatihan.
“Kalau kami melihat apakah tidak sebaiknya materi pelatihan bisa di link and match dengan perusahaan-perusahaan sehingga kurikulum bisa terlink dengan kebutuhan tenaga kerja seperti apa dengan perusahaan yang menampungnya. Maka sudah pasti peserta yang sudah lulus dan mendapat sertifikat bisa langsung bekerja dan diterima,” ucap Esther.
Di lain sisi, Denni Purbasari, Direktur Eksekutif PMO Kartu Pra Kerja dalam Diskusi Online INDEF mengatakan, rencana program kartu pra kerja sudah dilakukan sejak lama, akan tapi karena pandemi, terdapat penyesuaian skema dari offline jadi online, insentif dan lainnya. Menurut Denni, tidak semua dari peserta ingin menjadi karyawan perusahaan.
“Kartu prakerja menjangkau daerah di Indonesia hingga ke pelosok. Banyak peserta yang ikut, ingin berwirausaha atau berjualan secara online. Maka, mindset kita jangan untuk menjadi pekerja apalagi tahun 2020 lapangan pekerjaan sedang sulit,” tutupnya. (Ayu Utami)
Editor: Rezkiana Np