Jakarta – Mengakhiri tahun 2023 yang dihantam oleh berbagai gejolak, Bank Sentral di kawasan Asia Tenggara atau ASEAN masih mempertahankan suku bunga acuannya di level yang cukup tinggi dan belum menunjukan adanya penurunan.
Suku bunga acuan merupakan kebijakan moneter suatu negara untuk merespons terhadap ketidakpastian global yang meningkat. Berdasarkan situs resmi Bank Indonesia (BI), suku bunga acuan adalah berbagai produk pinjaman dan investasi pada lembaga keuangan atau bank.
Adapun, salah satu tujuan penetapan suku bunga acuan yakni untuk menjaga stabilitas nilai mata uang Rupiah dan mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat.
Hingga Desember 2023, Bank Sentral Indonesia atau BI menduduki peringkat ke empat suku bunga acuan di level tertinggi yakni sebesar 6 persen. Selama tahun 2023, secara total BI menaikan suku bunga 50 bps, yang masing-masing naik pada Januari dan Oktober 2023 sebesar 25 bps.
Baca juga: BNI Prediksi Tren Suku Bunga Tinggi Masih Berlanjut Hingga Tahun 2024
Gubernur BI, Perry Warjiyo mengatakan, keputusan mempertahankan BI-Rate pada level 6,00 persen tetap konsisten dengan fokus kebijakan moneter yang pro-stability yaitu untuk penguatan stabilisasi nilai tukar Rupiah serta langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1 persen pada 2024.
Adapun, level BI-Rate saat ini tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan suku bunga acuan di negara ASEAN lain, yakni Brunei Darussalam yang sebesar 5,50 persen dan Singapura 4 persen.
Kemudian, disusul oleh Vietnam dengan suku bunga acuannya sebesar 3 persen, Malaysia 3 persen, Thailand 2,50 persen dan Kamboja sebesar 1,30 persen hingga akhir tahun 2023.
Namun, suku bunga acuan Indonesia masih berada di bawah Filipina dan Myanmar yang masing-masing sebesar 7 persen, serta Laos yang menduduki tingkat pertama suku bunga paling tinggi di ASEAN yakni 7,50 persen.
Meski tergolong memiliki suku bunga acuan tinggi, nilai tukar mata uang Indonesia atau rupiah pada Desember 2023 masih relatif kuat dibandingkan negara ASEAN lainnya.
Tercatat, nilai tukar rupiah pada 20 Desember 2023 menguat secara rata-rata sebesar 0,44 persen bila dibandingkan dengan perkembangan pada November 2023.
Baca juga: BI Proyeksikan Suku Bunga The Fed Turun di Semester II 2024, Ini Pertimbangannya
Dengan perkembangan tersebut, nilai tukar rupiah menguat 0,37 persen dibandingkan dengan level akhir Desember 2022, lebih baik dibandingkan dengan Peso Filipina, Rupee India, dan Baht Thailand yang masing-masing tercatat melemah sebesar 0,05 persen, 0,53 persen, dan 0,85 persen.
“Di samping kebijakan stabilisasi Bank Indonesia, berlanjutnya apresiasi nilai tukar Rupiah didorong oleh masuknya aliran portofolio asing, menariknya imbal,” ucap Perry.
Ke depan, Bank Indonesia tetap akan mewaspadai sejumlah risiko yang mungkin muncul dan memastikan terjaganya stabilitas nilai tukar Rupiah. Strategi operasi moneter pro-market melalui instrumen SRBI, SVBI, dan SUVBI dioptimalkan guna meningkatkan manajemen likuiditas institusi keuangan domestik dan menarik masuknya aliran masuk modal asing dari luar negeri. (*)
Editor: Rezkiana Nisaputra