oleh Eko B Supriyanto
OKTOBER 2019 ini Jokowi-Maruf Amin akan membentuk Kabinet Kerja II untuk lima tahun ke depan. Ada banyak pekerjaan rumah (PR) yang harus dikerjakan, terutama di bidang ekonomi. Hal yang paling mendasar adalah menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan mengurangi tekanan terhadap current account deficit (CAD).
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tak akan lebih dari 5,1%, meski dinilai masih tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain. Tumbuh 5,1% dengan kualitas yang tidak didukung oleh ekspor dan investasi tentu tidak bisa menyerap tenaga kerja baru.
Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok telah menekan perdagangan dunia, termasuk Indonesia. Bahkan, Indonesia tidak termasuk negara yang diuntungkan atas perang dagang itu. Justru, negara-negara tetangga, seperti Vietnam dan Thailand, yang mendapat berkah. Salah satunya adalah membanjirnya investasi Tiongkok dan Jepang ke Vietnam. Indonesia tidak menjadi pilihan atas investasi Tiongkok dan Jepang ini.
Dan, tidak ada yang menyangka, di akhir September 2019 ini pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meloloskan revisi undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) yang dinilai superkilat, meski sebenarnya sudah dibahas selama lima tahun sebelumnya. Meski pemerintah menolak rancangan undang-undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP), publik dan masyarakat sipil masih belum puas atas revisi UU KPK yang pembahasannya terkesan superkilat.
Bersamaan dengan itu, ada kebakaran hutan yang akut. Juga, terjadi huru-hara di Wamena, Papua. Kerusuhan yang menimbulkan korban jiwa itu tentu tidak bisa dipandang ringan. Hal ini membutuh-kan penanganan yang lebih serius dan pendekatan baru. Tidak bisa lagi dengan pendekatan cara-cara lama.
Di tengah situasi dalam negeri dan global yang tidak bersahabat, Pemerintah Jokowi-Maruf Amin harus membentuk kabinet yang kuat. Di sinilah masalah muncul. Partai-partai yang selama ini mendukung Jokowi-Maruf Amin berebut minta jatah kursi. Belum lagi, ada permintaan partai yang minta menteri basah.
Ada beberapa catatan yang harus dilakukan pemerintahan Jokowi dalam mem-bentuk Kabinet Kerja II. Harusnya, dalam periode kedua ini, Jokowi sudah tidak punya beban lagi. Berbeda dengan periode sebelumnya.
Menteri-menteri bidang ekonomi harus mencerminkan kekuatan ekonomi baru. Tantangan 2020 dan 2021 tidaklah kecil. Ekonomi dunia dalam tekanan dan Indonesia diperkirakan juga akan terkena dampak. Pengelolaan BUMN tidak lagi serampanganpemilihan direksi seperti tidak punya rencana yang matang. Bayangkan, dalam setahun ada direksi yang bisa pindah BUMN.
Kementerian BUMN merupakan pos yang harus dirombak. Dikembalikan kepada khitah BUMN sebagai perusahaan yang menguntungkan sekaligus sebagai agent of development dan bukan agen dari sekelompok orang. Selama ini unsur like and dislike dalam pemilihan direksi BUMN masih ada. Bahkan, sangat kental. Politisasi di BUMN dengan selera menteri cukup mencolok selama lima tahun ini. Itulah yang harus dihentikan.
Kabinet baru dengan harapan baru paling tidak tecermin dari menteri yang akan dipilih di bidang eko-nomi. Menteri Perekonomian sudah waktunya dilakukan reorientasi kembali. Menteri Perdagangan paling tidak harus mampu memberi dorongan untuk melakukan ekspor, bukan impor seperti sekarang ini. Anehnya, Presiden Jokowi terlihat diam dalam gebyar impor ini.
Periode kedua bagi Jokowi sebenarnya hanya akan efektif dalam tiga tahun pertama. Setelah itu, jujur saja, dalam dua tahun terakhir tidaklah mudah. Menteri-menteri dari partai akan melakukan kampanye sendiri untuk presiden berikutnya. Tidak mudah bagi Jokowi dalam menen-tukan menteri yang setia sampai dengan lima tahun ke depan.
Jadi, tidak usah kompromi dengan partai-partai dalam menentukan menteri. Harapan baru itu jika kabinet baru mempunyai agenda mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Menteri tidak harus populer, tapi market friendly dalam mengambil kebijakan.
Pilihlah menteri yang bisa menarik investasi asing dan menggerakkan pasar, dan jujur saja, harapan baru itu jika Menteri BUMN-nya juga baru. Juga, Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Pertanian, dan Menko Perekonomian-nya baru. (*)
Penulis adalah Pemimpin Redaksi Infobank