Yogyakarta – Pola transaksi keuangan yang dilakukan sebagian besar masyarakat, khususnya Gen Z kini telah bermigrasi. Banyak di antara mereka yang lebih memilih menggunakan sistem transaksi pembayaran berbasis ditigal. Pergeseran pola transaksi ini, mendorong optimisme ekonomi dan keuangan digital di Indonesia.
Shaffiya Rahma Jufri, Analis Yunior Kantor Perwakilan Bank Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta mengatakan, pergeseran pola transaksi digital yang dilakukan masyarakat saat ini secara signifikan telah mendongkrak nilai transaksi ekonomi di Tanah Air.
“Di tahun 2022, potensi ekonomi digital Indonesia tinggi sekali. Kenapa? Karena ternyata jumlah transaksi digital di Indonesia itu sampai USD77 miliar,” ungkap Shaffiya dalam Literacy Roadshow Visi Indonesia Emas 2025: Gen Z Melek Keuangan Digital, Bersiap untuk Masa Depan yang digelar Infobank di Gedung TILC Sekolah Vokasi UGM, Yogyakarta.
Baca juga: Jumlah Pengguna dan Transaksi QRIS Melonjak, Segini Jumlahnya
Syaffiya melanjutkan, jumlah tersebut diyakini akan terus meningkat. Bahkan, Bank Indonesia (BI) memperkirakan transaksi digital bisa menyentuh angka hingga USD130 miliar pada 2025.
“Nilainya besar sekali ya, itu adalah kontribusi dari temen-temen (Gen Z) semua juga. Karena sudah melakukan transaksi menggunakan digital payment dan internet gitu ya,” jelas Shaffiya.
Harus diakui, saat ini masyarakat terus menggunakan layanan digital seiring dengan kemudahan layanan yang ditawarkan. Berdasarkan riset Google Temasek dan Bain & Company, serta BI, ada sekitar 65 persen konsumen menggunakan layanan digital untuk belanja harian karena alasan mudah dan praktis.
Lalu, sebanyak 41 persen konsumen menggunakan layanan digital untuk belanja harian dengan alasan sudah menjadi bagian dari rutinitas. Pun demikian dengan kebutuhan pakaian, sebanyak 59 persen konsumen memilih layanan digital karena mudah dan praktis.
Alasan konsumen memilih layanan digital tertinggi adalah untuk jasa pesan antar makanan. Ada 72 persen konsumen beralasan menggunakan layanan digital untuk kebutuhan tesebut karena mudah dan praktis.
Selain mudah dan praktis, layanan digital juga didukung oleh digital merchant yang kini miliki pemahaman yang lebih advanced terkait teknologi. Dengan begitu, penggunaan layanan keuangan digital pun diyakini akan terus tumbuh.
Melihat besarnya potensi keuangan digital tersebut, Syaffiya mengatakan BI selaku otoritas di sistem pembayaran mengeluarkan blue print system pembayaran 2025. Kata Syaffiya, inti dari blue print tersebut adalah fokus sistem pembayaran di Indonesia bertransformasi ke digitalisasi.
Baca juga: Tingkat Inklusi Keuangan Digital Belum Merata, AFTECH Ungkap Penyebabnya
“Bagaimana kita mewujudkan pembayaran yang cepat, muruh, mudah, aman, dan andal. Nah, salah satunya dengan mengeluarkan pembayaran melalui Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) dan BI Fast,” kata Shaffiya.
Sejauh ini, transaksi QRIS yang dilakukan masyarakat terus meningkat. Pada September 2023, BI melaporkan jumlah pengguna QRIS mencapai 40,05 juta pengguna.
Adapun volume transaksi QRIS sudah mencapai 1,2 miliar transaksi, dengan target 1 miliar di tahun 2023. BI menargetkan, hingga akhir 2023 ada sebanyak 45 juta pengguna QRIS. (*)