Bandung – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengajak lebih banyak generasi muda Indonesia untuk segera memasuki dunia usaha ditengah berkembangnya ekonomi digital. Pasalnya, menurut Jokowi, Indonesia memiliki peluang untuk ekonomi digital sebesar US$130 miliar dalam lima tahun ke depan.
“Digital economy memberikan kesempatan kepada anak muda. Lima tahun ke depan ada peluang 130 miliar dolar AS di negara kita,” ujar Jokowi seperti dikutip dari laman Setkab saat menjadi pembicara kunci dalam Entrepreneurs Wanted! (EW!) di Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung, Senin, 18 Desember 2017.
Meski merintis usaha tidaklah mudah, namun Jokowi mendorong anak-anak muda dapat mengubah paradigma masa depannya. Di mana sejauh ini, kebanyakan anak-anak muda hanya memiliki paradigma untuk menjadi pegawai setelah lulus kuliah. Padahal peluang usaha saat ini sangatlah terbuka lebar di bidang digital.
Dia mengungkapkan, sektor ekonomi digital memberikan kesempatan besar untuk para anak muda yang ingin berbisnis. Oleh sebab itu, dirinya meminta anak-anak muda untuk bisa memanfaatkan peluang ekonomi digital yang mencapai US$130 miliar yang terbuka dalam lima tahun ke depan tersebut.
Jokowi juga mengajak anak-anak muda untuk secepatnya menjadi enterpreneur sebagai pilihan utama. “Alamnya sudah berbeda. Kita memiliki kebebasan berinteraksi dengan speed yang tinggi, jadi gunakan kesempatan ini,” ucapnya.
Untuk itu, Presiden meminta generasi muda untuk menimba ilmu dan belajar dari wirausaha sukses, agar dapat mengenal kegagalan dan tidak mudah menyerah.
“Kalau jatuh, bangkit lagi, saya kira semuanya yang sudah sukses pasti pernah mengalami kegagalan. Sekali coba langsung sukses enggak ada itu rumusnya dalam kewirausahaan. Memulai bisa kapan saja tapi tidak pernah akan jadi kalau tidak memulai. Bagaimana akan jadi kalau memulai saja tidak,” sambungnya.
Dia menilai, penciptaan wirausaha baru di Indonesia sangatlah mendesak mengingat berdasarkan data Bank Dunia, Indonesia baru memiliki 3,3 persen wirausaha dari total penduduk. “Angka itu masih tertinggal dibandingkan Singapura 7 persen, Malaysia 5 persen dan Thailand 4,5 persen,” tutupnya. (*)