Jakarta – Presiden RI Joko Widodo mengatakan, akan mengumumkan untuk menghentikan ekspor bahan mineral dan batu bara (minerba) guna hilirisasi.
“Memang kita tidak drastis stop semuanya tidak, tapi satu persatu harus. Nikel sudah rampung. Sehingga nilai tambah melompat,” ujar Jokowi dalam Outlook Perekonomian Indonesia 2023, Rabu, 12 Desember 2022.
Jokowi memaparkan, kalau dulu ekspor bahan mentah nikel hanya menghasilkan USD1,1 miliar, tahun ini ia memperkirakan sudah melebihi USD30 miliar.
“Tahun 2022, dari USD1,1 miliar melompat ke USD30 miliar, betapa lompatan nilai tambah itu yang kita dirugikan berpuluh puluh tahun, pajak gak kita dapat, kalau kita ikut memiliki dividen juga gak dapat, royalti juga gak dapat, bea ekspor juga gak dapat, pembukaan lapangan kerja juga kita gak dapat. Gak dapat apa apa, ini lah yang harus dihentikan,” tegas Jokowi.
Menurutnya, ini tidak bisa dibiarkan lagi ekspor bahan mentah. Tahun depan, kata Jokowi akan ada lagi satu atau dua ekspor bahan mineral distop.
Karena jelas USD1,1 miliar kemudian melompat menjadi lebih dari US$30 miliar. Dari Rp18 triliun melompat menjadi Rp460 triliun.
“Kalau kita teruskan rugi besar, meskipun kita digugat, gak apa-apa, nikel digugat, ini yang kita umumkan lagi digugat lagi gak apa-apa, suruh gugat aja terus, yang kedua digugat belum rampung, ketiga kita stop lagi gugat lagi gak papa,” kata Jokowi
Jokowi juga menegaskan, salah satu tugas pemerintah adalah mencari nilai tambah yang sebesar besarnya dan itu bisa terlihat. Ia mencontohkan, di Maluku Utara pertumbuhan ekonomi setelah ada hilirisasi menjadi sebesar 27%. Kemudian, di sulawesi, secara umum sebesar 8,24% yoy pertumbuhannya.
“Coba dicek di provinsi mana ada pertumbuhan ekonomi 27%, tunjukkan kepada saya. Gak ada. Nah ini kalau semua melakukan semua provinsi melakukan hilirisasi, industrialisasi, ini lah reformasi struktural riil yang ingin kita lakukan. Mengubah di hulu UU-nya kemudian mengimplementasikan dalam pelaksanaan,” jelasnya.
Sehingga, Jokowi meminta sinergi dari fiskal, moneter, dan sektor riil agar memperkuat fundamental yang rentan menjadi stabil. “Sangat penting sinergi fiskal, moneter dan sektor riil. Ini kalau gak sambung bahaya,” pungkasnya. (*)