Jakarta–Tingkat suku bunga bank nasional yang tergolong masih tinggi, menjadi salah satu permasalahan di sektor keuangan yang mengakibatkan investasi di Indonesia rendah jika dibandingkan dengan negara lain.
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengatakan, saat ini rata-rata bunga perbankan nasional ada di angka double digit atau di kisaran 10%-12%. Dia menilai, bunga bank yang masih berada di angka double digit tersebut tentunya akan menghambat investor asing untuk masuk ke Indonesia.
“Suku bunga kita tinggi dibanding negara lain, kita 10%-12%, Malaysia 5%, apalagi China, makanya kita kalah berdaya saing,” ujar JK di JCC, Senayan, Jakarta, Selasa malam, 24 November 2015.
Selain tingkat bunga bank yang masih tinggi, ada dua permasalahan lainnya yang yang mengakibatkan investasi di Indonesia rendah. Salah satunya yakni sektor logistik dan infrastruktur yang masih rendah. Hal ini juga menyebabkan investasi di Indonesia kalah bersaing dengan negara lain.
“Kedua sektor ini harus ditingkatkan, agar Indonesia bisa bersaing dengan negara lain dalam investasi, khususnya dengan negara tetangga,” tukas JK.
Lalu permasalahan yang lainnya adalah terkait dengan birokrasi yang terlalu panjang. Oleh sebab itu, pemerintah akan mempermudahnya, misalnya seperti kebijakan untuk mempercepat birokrasi dari izin yang tadinya bisa memakan waktu 1 bulan menjadi hanya 2-3 hari saja.
“Birokrasi yang terlalu panjang. Jadi ada kebijakan untuk mempercepat birokrasi ini, dari izin 1 bulan jadi 2-3 hari saja atau sampai 3 jam. Karena itu saya bicara di sini, pada teman-teman yang menggeluti sektor keuangan,” ucap JK.
Menurutnya, permasalahan-permasalahan yang menghambat pertumbuhan investasi di Indonesia harus benar-benar disiasati, agar Indonesia dapat tumbuh lebih baik lagi dalam ke depannya, mengingat ekonomi global yang melambat juga telah berdampak ke Indonesia.
“Apabila bunga tinggi investasi rendah, kenapa pembiayaan di sektor keuangan di Indonesia masuk di sektor perbankan, tidak mungkin bunga tinggi mereka masuk ke saham. Kalau bunga rendah (deposito) 4-5 persen, pasti orang beli saham,” tukasnya.
“Tadi disampaikan mengapa pembiayaan 90% masih di sektor perbankan dan 10% saham. Karena tidak mungkin orang beli saham selama bunga deposito masih 8%. Coba kalau bunganya 4%-5%, pasti orang mau beli saham. Ini kontradiksi yang harus diselesaikan. Karena tidak mungkin terjadi dua-duanya, bunga tinggi investasi tinggi. Itu tidak mungkin. (*) Rezkiana Nisaputra