Jakarta – Menjelang Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG) pada 14-15 Agustus 2018, nilai tukar rupiah justru mengalami pelemahan yang cukup dalam terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Pada sore hari ini (13/8) rupiah ditutup melemah 130 poin atau 0,98 persen ke level Rp14.608 per dolar AS.
Ekonom Indef Bhima Yudistira mengatakan, adanya faktor global yang berasal dari kekhawatiran krisis di Turki dengan anjloknya mata uang Turki (Lira) hingga 20 persen telah mendorong investor menempatkan dolar sebagai safe heaven yang turut berimbas pada mata uang negara emerging market.
“Kondisi ini akan menyebar ke Eropa dan negara berkembang lainnya. Kondisi ini diperparah oleh sanksi dari AS berupa kenaikan bea masuk alumnium asal Turki. Dampaknya Aset emerging market agak dihindari,” ujar Bhima kepada Infobank, di Jakarta, Senin, 13 Agustus 2018.
Lebih lanjut dia mengungkapkan, meski nilai tukar rupiah mengalami depresiasi yang cukup dalam terhadap dolar AS, namun Bank Indonesia (BI) diprediksi belum akan menaikkan suku bunga acuan BI 7-day Reverse Repo Rate pada RDG yang akan dilaksanakan pada 14-15 Agustus 2018 besok.
Baca juga: Rupiah Anjlok Rp14.600, Himbara Sebut Bank Masih Aman
Menurutnya, upaya Bank Sentral untuk stabilkan mata uang rupiah yang tengah bergejolak saat ini, akan lebih mengandalkan cadangan devisa. Adapun posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Juli 2018 tercatat US$118,3 miliar, atau tergerus US$1,5 miliar dibandingkan dengan posisi Juni 2018 yang sebesar US$119,8 miliar.
“Respon BI masih pertahankan bunga acuan 5,25 persen. Cadangan devisa masih jadi andalan untuk stabilisasi kurs. BI baru akan naikan bunga acuan pada bulan September 2018, sebagai pre emptives kenaikan Fed rate,” ucapnya.
Sementara faktor dari dalam negeri sendiri, pelemahan rupiah dipengaruhi oleh rilis data defisit transaksi berjalan yang menembus 3 persem terhadap PDB di kuartal II 2018. Defisit transaksi berjalan berpotensi melebar di kuartal III dan IV akibat naiknya biaya kebutuhan impor, pembayaran utang jatuh tempo dan realisasi proyek infrastruktur yang menyedot bahan baku impor.
“Sedangkan hasil pendaftaran Capres dan Cawapres ditanggapi beragam. Pasar khususnya investor asing kaget Jokowi memilih Ma’ruf Amin yang dinilai belum kompeten menyelesaikan masalah ekonomi yang mendesak. Sementara visi misi Prabowo- sandi dinilai masih abstrak. Ini membuat IHSG lebih ditopang investor domestik,” tutupnya. (*)