Jelang Lebaran, Omzet Pedagang di Tanah Abang Malah Menurun 50%, Kok Bisa?

Jelang Lebaran, Omzet Pedagang di Tanah Abang Malah Menurun 50%, Kok Bisa?

Jakarta – Masa pandemi Covid-19 yang telah dirasakan masyarakat Indonesia sejak awal tahun 2020, mulai menunjukan kondisi yang cukup membaik. Hal positif ini dibuktikan dengan sudah diperbolehkannya masyarakat Indonesia untuk melakukan mudik lebaran oleh pemerintah.

Menjelang H-10 lebaran keadaan Pasar Tanah Abang sudah mulai dipadati pengunjung untuk memenuhi kebutuhan lebaran, seperti baju koko, gamis, maupun hijab. Namun, kelonggaran yang diberikan pemerintah dan keramaian pengunjung tidak berbanding lurus dengan omzet yang didapatkan oleh para pedagang.

Beberapa pedagang di pusat grosir tekstil terbesar di Asia Tenggara tersebut mengatakan bahwa omzet penjualan pada lebaran tahun ini masih terbilang statis dan menurun sekitar 30-50% dibandingkan situasi normal sebelum adanya virus Corona. Hal ini ditunjukan dengan jumlah pengunjung yang cenderung sepi dibandingkan dengan hari libur. Sehingga, para pedagang hanya mengandalkan pengunjung di akhir pekan.

Hadi (40) salah satu pedagang baju koko di Blok A Pasar Tanah Abang mengatakan, omzet pada lebaran tahun ini tidak ada kenaikan yang signifikan dengan tahun lalu, melainkan stagnan di angka 50% dibandingkan kondisi sebelum Covid-19. Menurutnya hal ini disebabkan oleh belum stabilnya ekonomi masyarakat yang didorong oleh kenaikan harga bahan pokok seperti minyak goreng.

“(Omzet) sama kaya tahun kemaren gak ada peningkatan, paling dari tahun tahun sebelumnya 50% tahun ini sama aja, belum stabilnya ekonomi masyarakat kita kan, jadi omzet pasar belum ada kenaikan juga,” ujar Hadi, kepada Infobank, dikutip Jumat, 22 April 2022.

Sementara Novi (34) sebagai pedagang hijab yang mengeluhkan omzet masih menurunan sekitar 30%. Menurutnya, dengan kembali diadakannya mudik lebaran masyarakat lebih banyak memilih untuk mudik lebih awal. Sehingga Novi pun hanya mengandalkan akhir pekan untuk menggaet para pengunjung untuk melariskan dagangannya.

“(Omzet) menurun adalah 30%an menurunnya, soalnya seminggu sebelum lebaran orang-orang udah pada mudik, apalagi kondisi kaya gini, orang rame tapi gak terlalu belanja, beda sama tahun kemaren, tahun kemaren lumayan. tapi sabtu minggu rame yang paling kita andelin ya sabtu minggu, kalo hari-hari biasa gini lah keadaan toko (sepi),” jelas Novi.

Hal serupa juga dikatakan oleh Zidan (33) pedagang baju koko yang bahkan angka penurunan omzetnya jauh lebih besar sekitar 50%. Baginya pada masa sebelum ramadan omzet penjualan lebih tinggi dibanding masa-masa menuju lebaran. Kelonggaran pada masa pandemi yang sudah diizinkan pemerintah ternyata belum menunjukan perubahan yang signifikan bagi para pedagang.

“(Harga) kalo kita gak ada kenaikan, tahun ke tahun masih sama. Kalo omzet dari tahun lalu, jauh, turun 50%, lebih tinggi tahun lalu, karena dari pelanggan yang datang itu hanya weekend yang ramai, kalo hari hari biasa kaya gini, sekalipun udah dilonggarin tapi masih juga sepi, bahkan sebelum ramadan lebih tinggi,” ungkap Zidan.

Ketika bahan-bahan pokok mengalami kenaikan harga yang cukup tinggi, serta disusul juga pada 1 April 2022 pemerintah resmi menaikkan tarif PPN yang sebelumnya 10% menjadi 11% dan salah satunya berimbas pada naiknya harga baju dan pakaian, lalu ditambah dengan omzet yang dihasilkankan para pedagang cukup menurun, para pedagang kompak menyatakan bahwa mereka tidak menaikkan harga-harga barang yang dijual atau dapat dikatakan barang yang dijual memiliki harga yang sama dengan tahun-tahun sebelumnya.

“Harga standar menyesuaikan aja sama customer kan, gak mungkin kita kasih mahal-mahal, kasihan juga, memang harga harga pada naik tapi kita standar aja. biar rame aja yang penting barang keluar aja,” tambah Novi pedagang hijab.

Hadi penjual koko pun mengaku sama. “Harga gak ada kenaikan, biarpun bahan bahan mentah sedikit naik cuma kita ngga naikin harga,” tutupnya. (*) Khoirifa Argisa Putri

 

Related Posts

News Update

Top News