Jakarta – Japan Credit Rating Agency, Ltd. (JCR) mempertahankan Sovereign Credit Rating Republik Indonesia pada level BBB+/outlookstabil (investment grade) pada 22 Desember 2020. Dimana sebelumnya, JCR telah meningkatkan SovereignCredit Rating Republik Indonesia dari BBB/outlook positif menjadi BBB+/outlook stabil pada 31 Januari 2020.
Menanggapi keputusan JCR tersebut, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan, pengukuhan rating mencerminkan terjaganya keyakinan stakeholder internasional terhadap ketahanan perekonomian Indonesia di tengah pandemi Covid-19 yang secara signifikan menekan perekonomian global. Hal ini ditopang oleh kredibilitas kebijakan dan sinergi bauran kebijakan yang kuat antara BI dan Pemerintah.
“Ke depan, BI akan mencermati perkembangan ekonomi global dan domestik, mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, dan melanjutkan sinergi dengan Pemerintah untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional,” kata Perry melalui keterangan resminya di Jakarta, Selasa 22 Desember 2020.
JCR memandang pengukuhan rating tersebut mencerminkan pertumbuhan ekonomi yang solid ditopang oleh permintaan domestik, utang Pemerintah yang terkendali, serta resiliensi ekonomi Indonesia terhadap gejolak eksternal yang didukung oleh kebijakan nilai tukar yang fleksibel, kredibilitas kebijakan moneter, dan akumulasi cadangan devisa.
Meskipun begitu, JCR juga mencatat beberapa tantangan antara lainketergantungan Indonesia terhadap sumber daya alam yang masih tinggi, rasio penerimaan negara terhadap PDB yang rendah, dan proses pendalaman pasar keuangan domestik yang masih berlangsung.
JCR memandang, terdapat dua faktor utama yang mendukung pengukuhan Sovereign Credit Rating Indonesia. Pertama, Upaya Pemerintah untuk mengendalikan dampak pandemi Covid-19 terhadap perekonomian melalui sinergi antara kebijakan fiskal yang ekspansif dengan tetap secara berhati-hati mengelola pembatasan kegiatan ekonomi dan kebijakan Bank Indonesia yang secara agresif namun terukur menyediakan likuiditas bagi perekonomian.
JCR memperkirakan rasio utang Pemerintah terhadap PDB diperkirakan tetap terkendali pada kisaran 40% di tengah kebijakan fiskal yang ekspansif tersebut.
Faktor kedua ialah komitmen Pemerintah untuk menjaga momentum reformasi struktural ekonomi meski di tengah pandemi dengan disahkannya “Omnibus Law on Job Creation” (UU Cipta Kerja). (*)
Editor: Rezkiana Np