Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) melihat kasus penipuan di industri asuransi seperti asuransi AJB Bumiputera, Kresna Life, Jiwasraya, hingga Wanaartha Life, telah menyebabkan tangisan masyarakat di Indonesia.
“Karena yang nangis itu rakyat, rakyat itu hanya minta satu sebetulnya duit saya balik, uang saya balik. Karena waktu saya ke tanah abang ada yang nangis-nangis ceritanya juga kena itu (penipuan),” ucap Presiden dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2023 awal Februari lalu.
Menanggapi hal itu, Jokowi terus menegaskan agar OJK terus memberikan pengawasan-pengawasan kepada industri jasa keuangan terkait, agar kasus-kasus yang terjadi sebelumnya tidak kembali terjadi.
“Hati-hati yang kita bangun itu adalah trust, kalau sudah kehilangan itu sulit membangun kembali. Saya yakin, OJK yang sekarang bisa,” imbuhnya.
Berdasarkan hal itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus melakukan tindak lanjut bagi kasus-kasus asuransi bermasalah, seperti Wanaartha Life, Kresna Life, Jiwasraya, hingga AJB Bumiputera 1912.
OJK menyebutkan ada 11 perusahaan asuransi yang masih dalam pengawasan khusus, dimana sebelumnya ada 13 perusahaan asuransi seperti yang sebelumnya disebutkan oleh Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK Ogi Prastomiyono.
“Kita membagi pengawasan asuransi ada dua, yaitu pengawasan normal dan khusus. Tapi mohon maaf kami tak bisa mnyebutkan nama-nama perusahaan asuransi yang masuk ke dalam pengawasan khusus,” ujar Ogi.
Dia melanjutkan, saat ini perkembangannya sudah ada 2 perusahaan asuransi yang telah berhasil disehatkan dan kembali ke pengawasan normal.
Wanaartha Life
Terkait dengan PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanartha (Wanaartha Life/WAL) OJK telah menindaklanjuti proses pembubaran badan usaha dan pembentukan Tim Likuidasi (TL) pasca pencabutan izin usaha pada tanggal 5 Desember 2022 lalu.
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB), Ogi Prastomiyono, menyatakan bahwa OJK telah menerima dokumen Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang diselenggarakan secara sirkuler dan ditandatangani oleh seluruh pemegang saham, dimana dalam RUPS tersebut telah memutuskan pembubaran perusahaan dan pembentukan TL sebelum batas waktu 30 hari sejak tanggal pencabutan izin usaha.
OJK juga telah melakukan penelaahan dokumen dan melakukan proses verifikasi terhadap calon TL yang sudah ditunjuk oleh RUPS dan disampaikan oleh direksi sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku.
“Berdasarkan hasil verifikasi tersebut, hanya 2 (dua) orang calon TL yang memenuhi syarat dari 3 (tiga) orang calon TL yang diajukan,” ucap Ogi.
Pada tanggal 13 Januari 2023 yang lalu TL memberikan informasi bahwa telah melaksanakan proses pembubaran sebagaimana diatur dalam Pasal 5 POJK 28/2015, yaitu mendaftarkan dan memberitahukan kepada instansi yang berwenang.
Dalam hal ini, Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, Kementerian Hukum dan HAM, mengenai akta penetapan RUPS Sirkuler, serta mengumumkannya pada surat kabar harian yang mempunyai peredaran luas pada tanggal 11 Januari 2023.
Sesuai dengan pengumuman yang telah dilakukan oleh TL, maka para pemegang polis, tertanggung, peserta, karyawan, dan kreditor lainnya dapat segera menyampaikan tagihan kepada TL dan untuk selanjutnya TL akan melakukan verifikasi atas dokumen pendukung yang menjadi dasar perhitungan penyelesaian kewajiban kepada para pihak.
Di samping itu, OJK pun menghormati dan mendukung proses hukum yang dilakukan oleh Bareskrim Polri melalui penetapan tujuh orang tersangka terkait kasus WAL, termasuk pemegang saham pengendali dan keluarganya, yaitu Manfred Armin Pietruschka, Evelina Fadil Pietruschka, dan Rezanantha Pietruschka.
OJK juga tetap meminta kepada pemegang saham pengendali agar segera kembali ke Indonesia untuk bertanggung jawab atas permasalahan PT WAL, termasuk memenuhi kewajiban kepada para pemegang polis.
Adapun, dasar hukum penyelenggaraan RUPS Sirkuler oleh Pemegang Saham tersebut adalah Pasal 91 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT), serta Pasal 10 ayat (5) sebagai anggaran dasar PT WAL.
Kresna Life
OJK diketahui telah kembali menolak rencana penyehatan keuangan (RPK) PT Asuransi Jiwa Kresna (Kresna Life) yang telah diajukan terakhir kali pada 30 Desember 2022 yang lalu.
Penolakan itu bukan tanpa alasan, Kepala Eksekutif Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK, Ogi Prastomiyono menjelaskan, bahwa RPK yang diajukan tersebut hanya terdapat skema untuk mengkonversi hutang, klaim, dan polis dari pemegang polis menjadi subordinasi loan atau pinjaman subordinasi.
“Nah di dalam RPK itu tidak ada suatu penjelasan mengenai komitmen ataupun persetujuan daripada pemegang polis untuk mengkonversi hak-hak untuk klaim policy itu menjadi subordinasi loan,” ucap Ogi dalam Konferensi Pers awal bulan ini.
Sehingga, OJK masih menunggu manajemen Kresna Life untuk mengajukan RPK yang memiliki bukti konkret bahwa pemegang polis tersebut menyetujui untuk merubah polis menjadi pinjaman subordinasi yang akan jatuh tempo pada 13 Februari 2023.
Selain itu, Ogi menyebut, tidak ada alternatif tambahan seperti setoran modal dari pemegang saham pengendali (PSP) atau mengundang strategic investor sebagai upaya penyelamatan Kresna Life. Belum lagi, jika skema pinjaman subordinasi telah disetujui namun belum cukup untuk memenuhi perhitungan rasio solvabilitas, maka PSP harus menyetorkan tambahan modal.
Komisaris Independen Kresna Life Nurseto, menyatakan bahwa kendala dari terhambatnya penyerahan RPK tersebut dikarenakan masih dalam proses perapian data dan terdapat masalah teknis saat menghimpun dokumen.
Namun, pihak Kresna Life telah menyerahkan dokumen-dokumen tersebut kepada OJK pada Kamis (16/2) dan Jumat (17/2) yang lalu. “Sesuai arahan OJK, Kresna Life telah mengirim dokumen yang dimaksud sejak Kamis pagi dan Jumat hari ini,” ucap Nurseto kepada Infobanknews.
Sedangkan untuk tambahan modal, Nurseto menyebut hal itu akan dilakukan saat dokumen sudah final dan diverifikasi oleh OJK. “Baru langkah selanjutnya perhitungan kebutuhan dana untuk mencapai angka RBC sesuai ketentuan undang-undang yang berlaku,” imbuhnya.
AJB Bumiputera 1912
OJK telah mengeluarkan pernyataan tidak keberatan atas Rencana Penyehatan Keuangan (RPK) pada 10 Februari dan meminta AJB Bumiputera untuk melakukan beberapa langkah agar RPK dimaksud dapat diimplementasikan dengan baik.
“Pernyataan tidak keberatan atas RPK AJBB dikeluarkan setelah OJK melakukan penelaahan dan pembahasan dengan Rapat Umum Anggota (RUA) d.h. Badan Perwakilan Anggota (BPA), Dewan Komisaris dan Direksi AJBB serta pihak independen dan profesional lainnya,” ujar Ogi.
Keputusan tersebut merupakan babak baru dalam rangkaian penyehatan keuangan AJBB dan RPK AJBB memuat serangkaian program yang disusun AJBB dengan mengedepankan prinsip-prinsip Usaha Bersama.
Dalam hal ini, OJK juga memberikan catatan dan meminta agar implementasi RPK segera dikomunikasikan kepada pemegang polis yang merupakan pemilik AJBB. Pada tahap awal, AJBB perlu mengomunikasikan dengan baik terkait kondisi yang dihadapi dan muatan program penyehatan dalam RPK.
OJK selaku pengawas akan memonitor pelaksanaan RPK dengan melakukan pengawasan secara intensif terhadap AJBB hingga RPK selesai, agar program yang disusun dalam RPK tersebut dapat terlaksana sesuai dengan waktu yang ditetapkan. OJK juga telah memiliki tim khusus dalam pengawasan terhadap AJBB.
Setelah dikeluarkannya pernyataan tersebut AJB Bumiputera 1912 telah menyusun tiga tahapan penyehatan keuangan perusahaan untuk memastikan perlindungan terhadap hak-hak pemegang polis, pekerja dan agen.
Tahap yang pertama adalah terkait dengan penyelamatan, dimana AJB Bumiputera berfokus pada pemenuhan likuiditas perusahaan untuk memenuhi kewajiban klaim tertunda.
Kemudian, tahap yang kedua adalah tahap penyehatan yang beriringan dengan upaya penyelamatan, untuk berfokus memperbaiki kondisi perusahaan penyelesaian kewajiban kepada pemegang polis, menjaga kesinambungan operasional perusahaan pada waktu yang akan datang.
Lalu, yang ketiga adalah tahap transformasi, di tahap ini perusahaan berjalan normal, beban pembayaran kewajiban kepada pemegang polis dan pihak ketiga sudah terurai dan terselesaikan, memastikan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance), digitalisasi produk asuransi dan produk operasional.
“Ini momentum bersejarah bagi Bumiputera dan menjadi babak baru dalam upaya penyehatan keuangan perusahaan agar kembali sehat dan dapat terus berusaha. Sehingga memberi manfaat bagi seluruh anggotanya,” kata Direktur Utama AJB Bumiputera 1912 Irvandi Gustari.
Adapun, OJK dengan melibatkan konsultan World Bank telah menghitung kembali kewajiban dan aset yang dimiliki AJBB ditemukan klaim pasif yang sudah bertahun-tahun lamanya senilai Rp5,9 triliun dan bisa dipindahkan menjadi ekuitas.
“Jadi dengan kewajiban yang menurun 47,3% dan equitas naik Rp5,9 triliun, maka defisitnya yang sekarang sekitar Rp21 triliun akan berkurang menjadi Rp1,03 triliun, sehingga AJBB diharapkan bisa hidup kembali dan bisa jualan produk kembali,” ungkap Ogi.
Sedangkan pembayaran klaim AJBB untuk sementara bisa menjual aset atau meminjam bank. Apabila semua berjalan sesuai skenario defisit yang dialami AJBB akan terus mengecil dan menjadi positif pada 2026.
“Solusi sekarang adalah sosialisasi kepada anggota dan bayar klaim-klaim nasabah. Cash in, cash out sudah, jual aset atau pinjam bank. Dan saya minta kepada direksi untuk jaga ini.
Jangan sampai ada klaim yang tidak dibayar,” jelas Ogi.
Jiwasraya
Selanjutnya terkait dengan PT Asuransi Jiwasraya OJK telah menyatakan memberikan pernyataan tidak keberatan atas rencana penyehatan keuangan (RPK) melalui surat S-449/NB.2/2020 22 Oktober 2020.
Kepala Eksekutif Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK, Ogi Prastomiyono mengatakan bahwa berdasarkan hasil pemantauan OJK beberapa kegiatan pokok dalam RPK telah dilaksanakan.
“IFG life yang menerima pengalihan telah diperkuat permodalannya melalui tambahan modal baik dari Penyertaan Modal Negara (PMN) dan IFG,” ucap Ogi.
Ogi juga menjelaskan bahwa restrukturisasi polis telah dilaksanakan oleh Jiwasraya yang kemudian dilanjutkan dengan pengalihan polis yang menyetujui restrukturisasi dari Jiwasraya ke IFG life, dimana saat ini pengalihan polis tersebut sudah dilakukan secara bertahap.
“OJK telah meminta perusahaan untuk mengalihkan seluruh polis dengan segera. Terhadap polis yang belum dialihkan OJK meminta Jiwasraya untuk menyesuaikan RPK sehingga mencerminkan keadaan terkini,” imbuhnya.
Meski begitu, masih diperlukan adanya tambahan modal dari pemegang saham dalam mendukung proses penyelesaian pengalihan portofolio polis, agar seluruh polis dapat dialihkan seluruhnya ke IFG Life.
Adapun, Jiwasraya harus menyampaikan RPK yang dapat menyelesaikan pengalihan portofolio bagi seluruh pemegang polis yang menyetujui restrukturisasi termasuk tambahan modal dari pemegang saham yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pengalihan dimaksud.
Kemudian, dengan telah berjalannya tindak lanjut kasus-kasus asuransi saat ini, Pengamat Center of Reform Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah melihat bahwa OJK sejauh ini sudah berupaya cukup maksimal menyelesaikan permasalahan di industri asuransi sesuai posisinya sebagai pengawas dan regulator.
“Penyelesaian permasalahan di industri memang tidak secepat yang diharapkan. Tetapi hal itu bukan dikarenakan OJK lambat. Penyelesaian permasalahan industri lebih ditentukan oleh perusahaan-perusahaan yang bermasalah,” ungkap Piter.
Menurutnya, OJK hanya membantu memfasilitasi agar permasalahan tersebut dapat selesai, dan proses penyelesaian permasalahan pada industri asuransi juga bergantung pada perusahaan yang bermasalah, hal ini karena pada dasarnya perusahaan memiliki kadar besaran, serta kondisi masalah yang berbeda-beda antar perusahaan. (*)
Editor: Rezkiana Nisaputra