Jaga Kepercayaan Publik, Industri Jasa Keuangan Harus Tegakkan Kredibilitas

Jaga Kepercayaan Publik, Industri Jasa Keuangan Harus Tegakkan Kredibilitas

Jakarta – Industri Jasa Keuangan di Indonesia, mulai dari industri perbankan, asuransi, multifinance, hingga pasar modal, saat ini memiliki kepercayaan yang tinggi di masyarakat.

Salah satunya terlihat dari industri asuransi. Kepercayaan publik di industri tersebut terlihat dari jumlah preminya mencapai Rp103 triliun per Desember 2023 untuk asuransi umum, sedangkan asuransi jiwa tembus Rp177,66 triliun.

Chairman Infobank Media Group, Eko B. Supriyanto, mengatakan bahwa angka premi asuransi jiwa tersebut mengalami penurunan sebanyak 7,1 persen yang disebabkan oleh kasus-kasus penipuan yang terjadi dalam beberapa waktu ke belakang di industri asuransi jiwa.

“Penurunan di asuransi jiwa ini adalah karena distress daripada publik terhadap industri asuransi jiwa ini mulai menurun. Kasus-kasus itu adalah terjadi pada penipuan-penipuan asuransi yang kelihatan baik, kita lihat Wanaartha dan Kresna Life,” ucap Eko dalam Webinar Infobank ‘Hati-hati Modus Financial Crime di Sektor Keuangan’ di Jakarta, 13 Agustus 2024.

Baca juga: Pakar Hukum Nilai Banyak Kejanggalan di Kasus Kresna Life, Apa Saja?

Menurutnya, industri jasa keuangan di Indonesia harus memenuhi kaidah-kaidah pengelolaan yang lebih baik dan menegakkan kredibilitasnya sebagai industri jasa keuangan yang terpercaya. Namun, untuk industri jasa keuangan yang bermasalah dan tersandung kasus perlu ditindak tegas oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator.

“Bahwa ada perusahaan asuransi, ada bank yang mengalami masalah, ada pasar modal yang mengalami masalah, maka itu harus dikeluarkan dari pasar. Kredibilitasnya harus ditegakkan di dalam industri
itu sendiri. Untuk itu, kami selalu mendorong, bahwa perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia, khususnya jasa keuangan, Itu harus memenuhi kaidah-kaidah pengelolaan yang lebih baik. Kan kita tahu OJK mengawasi dan melindungi, mempunyai kewenangan untuk itu,” imbuhnya.

Dalam hal ini, OJK telah melaksanakan kewenangannya untuk mencabut izin usaha dari Wanaartha Life maupun Kresna Life sesuai dengan aturan yang berlaku. Namun, yang terjadi saat ini untuk kasus Kresna Life malah mengajukan gugatan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terhadap keputusan OJK. Ironisnya, Kresna Life dimenangkan dalam kasus ini.

“Nah tindakan OJK yang dilakukan, tentunya dengan menutup izin usaha, itu adalah melindungi nasabah dan mencegah kerugian yang lebih besar. Kalau saya melihat, OJK sudah tegas mencabut izin, sesuai dengan Undang-Undang dan untuk melindungi konsumen,” ujar Eko.

Di sisi lain, Eko menjabarkan terdapat beberapa dampak buruk jika OJK tidak memiliki kewenangan untuk mencabut izin usaha, di antaranya adalah risiko kebangkrutan, merugikan nasabah, merusak reputasi industri, dan industri menjadi tidak prudent atau tidak menetapkan prinsip kehati-hatian.

“Nah dampaknya apa? Risiko kebangkrutan akan menimbulkan kerugian yang semakin besar, di masa yang akan datang, bisa sistemik, merugikan nasabah akan merugikan pemegang polis, jika itu perusahaannya asuransi, merusak reputasi industri, terus terang, industri yang turun ini, karena reputasi buruk daripada, Kresna Life, Wanaartha dan beberapa perusahaan asuransi yang default itu, kemudian, menjadi tidak prudent, perusahaan asuransi akan mengelola secara serampangan,” tambahnya.

Sehingga, ia menegaskan untuk oknum di industri jasa keuangan yang merusak reputasi harus dikeluarkan dari lingkup industri dan regulator, serta lembaga hukum harus melakukan penindakan yang tegas.

“Satu kata, bagi mereka yang merusak industri, harus segera dikeluarkan di industri dan masuk daftar orang rusak, dan lembaga hukum harus memperhatikan, kepentingan yang jauh lebih besar,” tutup Eko. (*)

Related Posts

News Update

Top News