Jadi Ketua OJK Terpilih, Ini Sepak Terjang Mahendra Siregar

Jadi Ketua OJK Terpilih, Ini Sepak Terjang Mahendra Siregar

Jakarta – Komisi XI DPR telah memutuskan Mahendra Siregar sebagai Ketua Dewan Komisioner merangkap anggota Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menggantikan Wimboh Santoso. Ia akan memimpin OJK dalam periode 2022 hingga 2027.

Lalu, bagaimana sepak terjang dan pengalaman Mahendra hingga dipilih menjadi OJK 1?

Pria kelahiran 17 Oktober 1962 ini merupakan mantan anggota dewan komisaris pada beberapa perusahaan yang bergerak di bidang jasa keuangan, pertambangan, manufaktur, teknologi, barang konsumen dan infrastruktur.

Mahendra juga pernah menjabat sebagai Direktur Eksekutif Dewan Negara-negara Penghasil Minyak Sawit / Council for Palm Oil Producing Countries (CPOPC). Sebelumnya, beliau juga pernah menjabat sebagai Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Wakil Menteri Keuangan, Wakil Menteri Perdagangan, Ketua dan CEO Indonesia Exim bank dan wakil Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.

Sebelumnya pada awal April 2019, Duta Besar Siregar menyerahkan surat kepercayaan kepada Presiden AS sebagai sebagai Duta Besar Indonesia ke-19 untuk negara tersebut. Kemudian, Master Ekonomi lulusan Monash University ini dipercaya sebagai Wakil Menteri Luar Negeri Republik Indonesia pada Oktober 2019.

Lalu, bagaimana visi dan misi Mahendra sebagai kepala OJK yang baru? Ia menyampaikan jika Indonesia memiliki potensi untuk memperluas dan memperdalam sektor jasa keuangan karena RI masih lebih rendah dibandingkan negara Asean dan negara G20.

Mahendra menyebutkan kedalaman sistem perbankan terutama untuk kredit bank disektor swasta saat ini sebesar 33% dari PDB atau masih rendah bila dibandingkan dengan rata-rata negara Asean lainnya yang mencapai diatas 100%. Selain itu, Indonesia juga masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara G20 yang mencapai 99% dari PDB.

“Akses kredit bank di sektor perbankan Indonesia jauh tertinggal dibandingkan dengan negara Asean lainnya yang mencapai 104% dan dengan negara G20 juga tertinggal 99% dari PDB. Untuk penempatan dana di industri keuangan saja Indonesia baru 40% dari PDB. Di negara-negara Asean lainnya itu sudah 113% dari PDB dan negara G20 98% dari PDB,” jelas dia pada fit and proper test, 6 April 2022.

Kemudian kapitalisasi pasar saham di Indonesia hanya 47% dari PDB jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara Asean maupun negara G20 yang berada di atas 100%. “Ini menunjukkan bahwa potensinya sangat besar untuk dikembangkan lebih lanjut. “Maka pengawasan terintegrasi menjadi modalitas yang kuat untuk menjalankannya,” tambah dia.

Selanjutnya untuk aset perbankan syariah di Indonesia hanya 2% dari total volume perbankan di Indonesia dibandingkan dengan negara-negara Asean seperti Malaysia yang sudah mencapai 14% dari PDB. Kemudian dibandingkan dengan negara-negara G20 yang tercatat sebesar 29% dari PDB untuk Arab Saudi. Sedangkan aset pendanaan, Indonesia 4% dan Malaysia 29% dan Arab Saudi 36% dari PDB.

Ada enam prioritas yang mesti dilakukan antara lain peningkatan efektivitas kepemimpinan OJK. Kedua, penguatan struktur KE IKNB dan KE Pasar Modal. Kemudian ketiga, pelayanan satu pintu. Keempat, peningkatan efektifitas pengawasan pemeriksaan penyidikan dan tindak lanjut. Kelima, kerjasama dan koordinasi yang efektif dengan regulator dan lembaga lain.

“Keenam, sinergi penuh dengan pemerintah, DPR, dan lembaga-lembaga negara dalam menjalankan strategi nasional untuk kepentingan nasional, antara lain pembangunan yang berkelanjutan,” jelasnya. (*)

 

Editor: Rezkiana Nisaputra

Related Posts

News Update

Top News