Iuran Tapera dan MLT Dinilai Tumpang Tindih, Begini Penjelasan Bos BPJS Ketenagakerjaan

Iuran Tapera dan MLT Dinilai Tumpang Tindih, Begini Penjelasan Bos BPJS Ketenagakerjaan

Jakarta – Iuran potongan gaji 3 persen untuk program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) masih diperdebatkan pelbagai kalangan. Sebab, kebijakan ini dinilai overlapping alias tumpang tindih antara program Manfaat Layanan Tambahan (MLT) milik BPJS Ketenagakerjaan.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Keuangan BPJS Ketenagakerjaan Asep Rahman Ruwanda mengatakan, program MLT sedianya berbeda dengan Tapera.

“Jadi ini berbeda dengan Tapera yang memang konsepnya itu tabungan untuk perumahan rakyat. Kalau MLT itu program tambahan untuk memperluas manfaat peserta yang sudah berjalan sejak tahun lalu,” katanya, kepada awak media, di Jakarta, Senin 3 Juni 2024.

Ihwal perdebatan Tapera dan MLT yang dinilai tumpang tindih, Asep meyakini bahwa setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah telah memiliki kajiannya sendiri.

Baca juga: Polemik Tapera di Tengah Tidak Ada Kepastian Imbal Jasa bagi Anggota

“Dan itu untuk kesejahteraan pekerja. BPJS ketenagakerjaan tadi ada PP 46 Tahun 2015 dan ada juga petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis terkait permenaker itu juga sudah lama,” jelasnya.

Melansir laman resmi bpjsketenagakerjaan, program MLT ini merupakan program perumahan yang bertujuan untuk memberikan kemudahan dan kepastian bagi para pekerja dalam memiliki rumah.

Adapun kemudahan mendapatkan hunian dan renovasi ini adalah Manfaat Layanan Tambahan dari program Jaminan Hari Tua (JHT) sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program JHT. 

Selanjutnya, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 17 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 35 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian, Persyaratan, dan Jenis Manfaat Layanan Tambahan.

Baca juga: Apindo Tegas Tolak Iuran Tapera: Tambah Beban Baru

Di mana, ada empat jenis manfaat layanan tambahan yang dapat diakses peserta BPJamsostek, yakni kredit kepemilikan rumah (KPR), pinjaman uang muka perumahan (PUMP), pinjaman renovasi perumahan (PRP), dan fasilitas pembiayaan perumahan pekerja/kredit konstruksi (FPPP/KK).

“MLT sudah berjalan tahun lalu. Jadi, kita kerja sama dengan perbankan di mana ada rate subsidi dari BPJS. Lalu, kita kerja sama dengan perbankan dan menyalurkan paling tidak ke tiga segmen,” bebernya.

ketiga segmen, itu kata dia, yakni untuk perumahan maksimal Rp500 juta untuk plafonnya. Kedua, untuk renovasi Rp200 juta. Ketiga, uang muka perumahan Rp150 juta.

Selain itu, ada juga kerja sama khusus dengan pengembang untuk membangun rumah pekerja itu sudah berjalan sekitar 8 pengembang.

SebelumnyaKoordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menilai kedua program tersebut saling tumpang tindih. Apalagi kata dia, selain MLT Perumahan, pekerja formal swasta/BUMN/BUMD dapat menggunakan Pasal 37 ayat (3) UU SJSN untuk menggunakan paling banyak 30 persen dari saldo JHT-nya untuk perumahan, setelah menjadi peserta minimal 10 tahun.

Baca juga: Apindo Tegas Tolak Iuran Tapera: Tambah Beban Baru

“Jadi, ada overlapping alias tumpang tindih antara MLT Perumahan (dan Pasal 37 UU SJSN) dengan UU Tapera,” tegasnya.

Oleh karena itu kata dia, maksimalkan saja MLT perumahan dan Pasal 37 UU SJSN untuk keperluan perumahan pekerja sehingga pekerja dan pengusaha swasta/BUMN/D tidak perlu lagi dibebani dengan wajib membayar iuran di Tapera.

Ia tak memungkiri, bahwa ketentuan ketentuan Permenaker 17 Tahun 2021 harus diperbaiki khususnya tentang suku bunga yang dibayar peserta, yang disesuaikan dengan suku bunga di Tapera. 

“Di UU Tapera pun peserta yang mendapat manfaat Tapera harus juga membayar bunga pinjaman atas dana yang diberikan BP Tapera, yaitu sekitar 5 persen per tahun,” pungkasnya. (*)

Related Posts

News Update

Top News