Jakarta – Berbagai kasus penyelewengan dana anggota atau nasabah koperasi, kerap disebabkan lemahnya pengawasan pemerintah dan niatan pengelola yang tidak baik sejak awalnya. Bahkan, kalau sudah seperti ini, biasanya semua pengelola koperasi tersebut kabur dan buron. Namun, yang terjadi dengan koperasi Indosurya dianggap berbeda.
Peneliti Indef Eko Listiyanto mengatakan, niatan pendiri KSP Indosurya yakni Henry Surya untuk mencari solusi terselesaikannya persoalan dana anggota/calon anggota, adalah hal yang sangat positif. Putusan PKPU Pengadilan Negeri Jakpus yang menolak permohonan gugatan terhadap Henry, juga menjadi bukti bahwa tak ada penyelewengan dana anggota atau nasabah ke pribadi yang bersangkutan.
“Kalau ada itikad baik pemilik, itu bagus karena mau ada penyelesaian. Tidak banyak loh kasus koperasi yang berakhir pemiliknya bersedia untuk ganti, yang banyak itu kabur biasanya,” ujar Eko dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu, 27 Juni 2020.
Eko menguraikan, bahwa dalam pengawasan koperasi yang jumlahnya amatlah banyak, peran pemerintah dinilai kurang optimal. Padahal, kata Eko, koperasi itu sama seperti perbankan yakni mengelola dana nasabah. Jaminan pendiri seperti KSP Indosurya, adalah fenomena berbeda dengan kasus koperasi lainnya. Menurutnya, harus ada win win solution karena koperasi itu dasarnya adalah anggota.
“Sudah tepat jika ada itikad baik dari pemegang saham atau pengendali saham utama untuk menyelesaikan suatu masalah secara damai,” ucapnya.
Sebelumnya, Pendiri KSP Indosurya Cipta Henry Surya membantah tudingan bahwa dirinya mengemplang dana simpanan nasabah koperasi untuk keperluan pribadi. Tudingan tersebut tentu menjatuhkan kredibilitasnya. Hal ini dianggap sebagai fitnah dan pencemaran nama baik yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu. Ia menduga isu tersebut dihembuskan sejumlah pihak ke Indosurya, yang seakan disengaja untuk merusak citra group Indosurya.
“Kok orang jahat banget, orang tua saya sudah lama berbisnis di sektor keuangan dan properti,” ungkapnya.
Sementara itu, kuasa hukum Henry Surya, Hendra Widjaya menyampaikan apresiasi dan beberapa hal terkait ditolaknya permohonan PKPU oleh majelis hakim yang diajukan nasabah terhadap tergugat Henry Surya atau Indosurya Cipta. Menurut dia, bahwa permohonan PKPU secara pribadi jelas disengaja dan terkesan dibuat oleh pemohon PKPU untuk mendeskriditkan pendiri KSP.
Dia mengungkapkan, bahwa dalam persidangan terbukti, uang tidak ada yang masuk ke rekening pribadi Henry Surya tapi ke rekening Koperasi Indosurya. Pemohon PKPU tidak dapat membuktikan bahwa yang bersangkutan menyetorkan uang ke rekening termohon PKPU. “Maka, sudah tepat ditolak untuk kedua kalinya berdasarkan Pasal 8 ayat 4 UU Nomor 37 / 2004 UU Kepailitan,” tegasnya.
Selain itu, dirinya juga menegaskan, bahwa Koperasi Indosurya memiliki izin sehingga tidak bisa dikatakan abal-abal. Sebab, izinnya terdaftar di Kementerian Koperasi dengan Nomor 430/BH/XII.1/1.829.31/11/2012. Kemudian, pendiri dan mantan Ketua Pengurus KSP Indosurya memiliki ekonomi kuat dan latar belakang puluhan tahun usaha yang baik.
“Nah, mayoritas (anggota) mendukung perdamaian dan klien kami jelas mempunyai itikad baik kepada seluruh anggota ksp indosurya. Bayangkan jika pailit, semua anggota akan banyak dirugikan, uang tidak akan balik, semua tidak dapat apa-apa. Jadi mari kita dukung PKPU damai,” tandasnya.
Pekan ini, Pengadilan Niaga Jakpus untuk kedua kalinya, menolak gugatan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) yang dilayangkan Etty Sutjisari (pemohon) kepada Henry Surya (termohon) yang juga mantan Ketua KSP Indosurya Cipta. Di persidangan Rabu (26/6), majelis hakim yang terdiri dari Robert, Made Sukereni, dan Desbenneri Sinaga memutuskan menolak pemohonan gugatan terhadap Henry Surya dalam perkara 130/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN Niaga Jkt.Pst.
Sementara, terkait pengelolaan koperasi, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) berencana mengelompokkan KSP berdasarkan modal intinya. Hal tersebut dilakukan untuk mempermudah pengawasan serta pembinaan ratusan KSP yang ada di Indonesia. Perbaikan ke depan, termasuk pengelompokan koperasi berdasar modalnya, akan dilakukan.
“Kami usulkan seperti perbankan, jadi ada koperasi yang masuk buku I, buku II buku III dan buku IV, bergantung besar kecilnya koperasi,” tegas Teten. (*)