Jakarta–Guna mendorong sektor riil, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) meminta agar Bank Indonesia (BI) dapat menurunkan suku bunganya (BI Rate) dari level 7,5%. Namun, Gubernur BI, Agus D.W. Martowardojo masih kekeuh menahan BI Rate di level 7,5%.
Agus beralasan, masih ditahannya BI Rate di level tersebut, lantaran kondisi perekonomian global khususnya Amerika Serikat (AS) yang menunjukan perbaikan, sehingga adanya kemungkinan bank sentral AS untuk menaikkan bunganya (Fed Fund rate) pada Desember 2015.
“Fed Fund rate itu sudah tujuh tahun mendekati 0%, sekarang 0,25% dan kemungkinan akan dinaikkan,” ujar Agus di JCC, Senayan, Jakarta, Kamis, 26 November 2015.
Agus juga melihat persoalan ekonomi global bukan hanya berasal dari AS saja, namun perekonomian Tiongkok yang saat ini tengah melemah juga turut menjadi ancaman bagi ekonomi Indonesia. “10 tahun terakhir hingga 2011, ekonomi Tiongkok itu di atas 10,4%, tetapi dua tahun terakhir terus menurun, dan kita mendengar pertumbuhan ekonominya hanya 6,5%,” tukasnya.
Lebih lanjut dia menilai, hubungan ekonomi Indonesia dan Tiongkok cukup tinggi, namun jika Tiongkok mengalami perlambatan maka Indonesia juga akan ikut mengalami pelemahan dalam pertumbuhan ekonomi.
Di tempat yang sama Pengamat Ekonomi dari UGM, Tony Prasetiantono menambahkan, jika BI Rate diturunkan, maka akan membuat keluarnya dana asing di dalam negeri (capital outflow) semakin deras dan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS juga akan melemah.
“Kami para ekonom membuat poling dan mayoritas percaya bahwa The Fed menaikan suku bunganya,” tutup Tony. (*) Rezkiana Nisaputra