Jakarta – Awal pekan ini perdagangan Bitcoin menunjukkan pemulihan kecil, dengan meningkat 5 persen untuk kembali ke level USD57.000. Pada Selasa (10/9) pukul 09.00 WIB, Bitcoin bertengger di level USD56.890 yang didukung oleh respons pasar terhadap ekspektasi makroekonomi dan kebijakan moneter.
Financial Expert Ajaib Kripto, Panji Yudha, mengatakan secara teknikal, Bitcoin saat ini berpotensi menguji kembali area resistance di USD57.000. Jika berhasil menembus resistance tersebut, Bitcoin mampu menuju ke MA-20 di sekitar USD58.830, dengan target selanjutnya di kisaran USD61.000-62.000.
“Asalkan angka inflasi sesuai atau lebih rendah dari ekspektasi pasar. Namun, jika data inflasi lebih tinggi dari ekspektasi, Bitcoin berpotensi mengalami penurunan kembali dari resistance USD57.000 dan bisa melemah ke sekitar USD55.000,” ucap Panji dalam risetnya dikutip, 11 September 2024.
Baca juga: Kehadiran ETF ETH dan ETF Bitcoin Spot Bikin Investasi Kripto Makin Cuan
Ia juga menambahkan bahwa, pelaku pasar saat ini memperkirakan inflasi Consumer Price Index (CPI) akan turun lebih jauh menjadi 2,6 persen yoy yang dapat memperkuat kekuatan Bitcoin jika terealisasi.
Lalu, Core CPI yang mengecualikan item fluktuatif seperti makanan dan energi, diperkirakan akan sama dengan periode sebelumnya menjadi 3,2 persen yoy pada Agustus, di mana CPI maupun core CPI diperkirakan menunjukkan pertumbuhan bulanan sebesar 0,2 persen mom untuk Agustus.
Baca juga: Penuh Tantangan, Bagaimana Arah Pergerakan Bitcoin Pekan Ini?
Diinformasikan, Biro Statistik Tenaga Kerja (BLS) dijadwalkan untuk merilis CPI Agustus pada hari Rabu, 11 September, di mana pada bulan Juli, inflasi secara tahunan melunak menjadi 2,9 persen dari 3 persen pada Juni yang menjadi katalis yang meningkatkan kinerja Bitcoin.
“Acara makroekonomi mendatang minggu ini juga akan menentukan nasib harga BTC dan altcoin. Tahun ini, acara makroekonomi telah sangat mempengaruhi aset-aset ini karena investor terus menilai kepercayaan mereka terhadap aset berisiko ini berdasarkan kinerja ekonomi Ameria Serikat,” imbuhnya. (*)
Editor: Galih Pratama