Jakarta – PT Indo Premier Sekuritas (IPOT) memprediksi bahwa pada pekan ini, yakni 2-6 September 2024, para pelaku pasar akan berfokus pada data PMI Manufaktur Indonesia untuk Agustus 2024.
Equity Analyst IPOT, Imam Gunadi, mengatakan data tersebut penting untuk dipantau karena pada periode sebelumnya, yakni pada Juli 2024, PMI Manufaktur Indonesia sempat terkontraksi ke level 49,3.
“Selain itu, pelaku pasar juga akan memantau data inflasi Agustus 2024 yang diproyeksikan tetap terkendali di level 2,12 persen yoy,” ucap Imam dalam risetnya di Jakarta, 2 September 2024.
Lalu, Imam mengimbau para pelaku pasar untuk memerhatikan data-data penting yang akan dirilis oleh Amerika Serikat (AS) di pekan ini, seperti data ISM Manufacturing PMI yang diproyeksikan membaik ke level 47,8 poin dan ISM Services PMI yang diproyeksikan ekspansif ke level 51,5 poin.
Baca juga: OJK Buka-bukaan Kinerja Ciamik Pasar Modal RI hingga Cetak Rekor Baru
“Ada juga data tenaga kerja seperti non-Farm Payrolls yang diproyeksikan akan naik ke 163 ribu dan tingkat pengangguran diproyeksikan turun ke 4,2 persen. Seperti yang telah dikatakan Gubernur The Fed Jerome Powell di Simposium Jackson Hole, data-data ini akan menjadi dasar bagi The Fed untuk menentukan kebijakan moneternya pada bulan September 2024 ini,” imbuhnya.
Selain itu, China sebagai negara mitra dagang terbesar Indonesia juga akan merilis data Caixin Manufacturing PMI yang diproyeksikan akan tetap terkontraksi ke level 49,6 poin dan Caixin Services PMI yang diproyeksikan ekspansif ke level 52,2 poin.
Baca juga: Sempat Molor, BEI Pastikan Single Stock Futures Meluncur di September 2024
Adapun, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan satu pekan terakhir ditutup menguat di level 7.670 atau menguat sebesar 1,68 persen diikuti oleh net buy asing sebesar Rp2,7 triliun.
Menurut Imam, penguatan IHSG tersebut tidak terlepas dari rilis data pertumbuhan AS kuartal II untuk estimasi kedua yang direvisi naik ke 3 persen setelah sebelumnya diproyeksi di angka 2,8 persen, di mana data itu semakin memperkuat bahwa ekonomi AS jauh dari resesi. (*)
Editor: Galih Pratama