Jakarta – BJB syariah berencana melakukan penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO) pada tahun ini.
Dalam hajatan tersebut, kabarnya sudah ada investor besar yang siap antri untuk menjadi pemegang saham BJB syariah.
“Sudah ada investor strategis besar yang melirik bjb syariah untuk menjadi pemegang saham,” kata Direktur Utama Bank BJB, Yuddy Renaldi, saat acara investor gathering dalam rangka right issue bank bjb, Senin, 7 Maret 2022.
Yuddy sendiri mengungkapkan selain untuk peningkatan modal, dan ekspansi kredit, dana dari hasil IPO tersebut nantinya akan digunakan BJB syariah untuk pengembangan infrastruktur teknologi Informasi termasuk pengembangan produk digital sebagai salah satu langkah untuk menjadi bank digital.
“Kunci sebuah bank digital adalah ekosistem, kita lihat seberapa besar dan kuat ekosistem nya nanti yg dimiliki BJB syariah,” tambah Yuddy.
Pengamat Ekonomi Syariah IPB, Irfan Syauqi Beik menilai, target BJB Syariah menjadi bank digital sendiri merupakan langkah tepat mengingat ke depan akan semakin bagus seiring semakin meratanya akses teknologi dan literasi keuangan. Bank digital, menurut Irfan, juga akan membuat bisnis perbankan semakin efisien.
“Kalau kita lihat arahnya menuju bank digital tentunya ini akan meningkatkan efisiensi selain itu juga melakukan relevansi antara kebutuhan masyarakat dengan bank. Jangan sampai bank tidak relevan dengan kebutuhan masyarakat saat ini yang semakin butuh cepat,” ujar Irfan, kepada media.
Ia optimis, dengan dukungan induk, yaitu BJBR, rencana aksi korporasi tersebut akan berjalan mulus dan pada akhirnya akan menguatkan struktur permodalan BJB Syariah itu sendiri yang akan terjun ke bank digital.
“IPO salah satu cara mendapatkan tambahan modal untuk penguatan bisnis, ekspansi perusahaan. Jadi rencana BJB Syariah untuk menjadi bank Tbk ini merupakan suatu langkah yang baik,” kata Irfan.
Meski demikian kata dia, rencana IPO ini meski dimatangkan sebaik mungkin, agar proses IPO ini bisa berjalan baik dan sambutan para investor terhadap saham BJB Syariah positif. Seperti, kejelasan mulai target volume yang disasar berapa rupiah, dan akan digunakan untuk apa saja, agar investor semakin tertarik.
Untuk itu, manajemen BJB Syariah harus memiliki komunikasi publik yang jelas dan baik. Jangan sampai proses IPO ini ada sentimen buruk dari para calon investor. Pasalnya, akan mempengaruhi nilai IPO itu sendiri.
“Namanya sudah melantai di bursa isu-isu seperti ini akan sangat mempengaruhi harga saham,” katanya.
Sebagai catatan, sampai dengan kuartal III/2021, BJB Syariah membukukan laba bersih tahun berjalan senilai Rp27,59 miliar. Raihan ini naik 14 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu, yakni Rp24,27 miliar.
Pertumbuhan itu terjadi karena pendapatan setelah distribusi naik 27 persen, dari Rp263,9 miliar pada kuartal III/2020 menjadi Rp336,4 miliar pada periode yang sama tahun ini. Selain itu, Bank BJB Syariah mencatatkan peningkatan signifikan laba rugi operasional mencapai Rp57,47 miliar, melesat 76 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
Bank BJB Syariah juga mencatatkan hasil positif dalam capaian total aset, yang tumbuh tipis sebesar 4 persen, dari Rp8,8 triliun pada tahun lalu menjadi Rp9,2 triliun pada kuartal III/2021.
Berdasarkan profil perusahaan, Bank BJB Syariah dibentuk pada Mei 2000 untuk memenuhi kebutuhan layanan perbankan syariah. Waktu itu, bank masih berbentuk Unit Usaha Syariah (UUS) oleh PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (Bank BJB).
Sepuluh tahun kemudian, BJB Syariah beralih menjadi bank umum syariah berdasarkan keputusan rapat umum pemegang saham (RUPS) Bank BJB dengan tujuan untuk mempercepat pertumbuhan usaha syariah serta mendukung program Bank Indonesia dalam meningkatkan pangsa pasar perbankan syariah. (*)