oleh Agung Galih Satwiko
PEMERINTAH telah menetapkan paket kebijakan ekonomi XI yang di antaranya mencakup penurunan pajak atas Dana Investasi Real Estat. Langkah-langkah strategis dalam paket kebijakan terkait DIRE tersebut ialah: (1) mengatur pemberian fasilitas PPh final berupa pemotongan tarif hingga 0,5% dari tarif normal 5% kepada perusahaan yang menerbitkan DIRE, (2) penerbitan PP mengenai insentif dan kemudahan investasi di daerah yang mengatur penurunan tarif BPHTB dari maksimum 5% menjadi 1% bagi tanah dan bangunan yang menjadi aset DIRE, dan (3) penerbitan Perda untuk daerah yang berminat mendukung pelaksanaan DIRE di daerahnya.
Pascapengumuman paket kebijakan tersebut, PT Bumi Serpong Damai anak usaha Sinarmas, dan PT Bowsprit Aset Management, anak usaha PT Lippo Karawaci Tbk., menyatakan akan segera merilis DIRE. Chairman Lippo Group, James Riady akan melepas aset logistik dan perkantoran secara berkelanjutan melalui skema DIRE. Direktur dan Secretaris PT Bumi Serpong Damai Tbk., Hermawan Wijaya juga menyambut baik kebijakan ini. Pelaku pasar umumnya antusias dengan kebijakan diskon pajak yang diberikan oleh Pemerintah.
Sejatinya kebijakan keringanan pajak atas DIRE ini akan memperkuat peran pasar modal sebagai alternatif sumber dana jangka panjang. Penerbitan DIRE dengan biaya yang lebih rendah juga akan meningkatkan efisiensi biaya perusahaan properti. Selain itu pasar real estat yang belum berkembang secara optimal diharapkan dapat semakin berkembang dan mendukung program penyediaan infrastruktur dalam jangka menengah panjang. Bagi investor, investor akan memperoleh pendapatan tetap, karena minimal 90% dari laba bersih setelah pajak akan dibayarkan kepada investor. Investor juga berpotensi memperoleh keuntungan dari pertumbuhan sektor properti.
Namun demikian DIRE juga bukan tanpa risiko, karena kinerjanya tentu berbanding lurus dengan kinerja sektor properti. Investor DIRE menghadapi masalah apabila penyewa properti tidak membayar sewa propertinya. Selain itu investor DIRE juga berpotensi merugi apabila harga aset properti turun di kemudian hari. Faktor likuiditas juga mungkin perlu diperhatikan karena apabila investor mencairkan dananya dan tidak terdapat likuiditas yang cukup pada manajer investasi, misalnya dari investor baru atau dari likuidasi penempatan pada pasar uang, maka aset fisik harus dijual yang tentunya tidak semudah menjual aset seperti saham atau obligasi.
Selain itu Pemerintah perlu mencermati perkembangan harga asset properti. Apabila DIRE ini kemudian berkembang pesat dan menimbulkan kenaikan harga-harga properti di luar kewajaran, maka risiko asset bubble akan muncul. Bubble burst dari sisi ini akan berdampak sistemik karena menyangkut keseluruhan asset properti yang tidak hanya didanai melalui DIRE namun juga melalui pinjaman perbankan. Dampaknya adalah meningkatnya kredit macet perbankan dan menurunnya kepercayaan masyarakat.
Saat ini, DIRE yang ada di Tanah Air adalah DIRE Ciptadana Properti Ritel Indonesia. DIRE ini diluncurkan pada 28 November 2012 oleh PT Ciptadana Aset Management. Per akhir 2015 DIRE ini memiliki AUM lebih dari Rp529,62 miliar dan 95% dari asetnya ditempatkan pada real estate Solo Grand Mall. Sampai akhir 2015, pertumbuhan imbal hasil investasi telah mencapai 54,79%, dengan tingkat imbal hasil tahun 2015 sebesar 12,29%. Unit Penyertaan DIRE Ciptadana Properti Ritel Indonesi diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia, dengan kode efek XCID.
Terlepas dari kemudahan perpajakan di atas, agar DIRE menarik tentu tingkat imbal hasilnya (dividen kepada pemodal) harus lebih besar dari produk bebas risiko seperti deposito, ORI atau Sukuk Ritel, dan cukup bersaing jika dibandingkan dengan obligasi korporasi. Jika melihat tingkat imbal hasil dalam bentuk sewa properti per tahun yang masih berkisar di 8% – 10% dari nilai properti, tentu tingkat imbal hasil ini berada di atas produk bebas risiko. Apalagi jika memperhitungkan potensi kenaikan harga properti maka produk ini diperkirakan cukup bersaing jika dibandingkan dengan obligasi korporasi.
Tingkat imbal hasil penyertaan pada DIRE Ciptadana Properti Ritel Indonesia tahun lalu sebesar 12,29% melampaui indeks obligasi korporasi tahun lalu yang membukukan imbal hasil 9,9%. Terlebih dengan memperhitungkan keringanan pajak, maka diharapkan akan semakin banyak pula perusahaan properti yang bekerjasama dengan manajer investasi dalam menerbitkan DIRE, dan semakin banyak investor yang berinvestasi pada DIRE. Dampaknya bagi pertumbuhan ekonomi nasional juga akan positif karena sektor properti dan real estat termasuk sektor padat karya. Kebijakan yang baik tentu harus didukung upaya sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, investor dan kalangan pebisnis sektor properti. (*)
Penulis adalah staf Wakil Ketua DK OJK