Poin Penting
- Erick Thohir lengser dari Menteri BUMN usai ditunjuk sebagai Menpora menggantikan Dito Ariotedjo
- Saat memimpin BUMN, Erick mengubah konsep superholding menjadi subholding agar lebih fokus, efisien, dan kompetitif.
- Erick juga menutup 173 anak-cucu perusahaan BUMN yang dinilai tidak efisien dan membebani induk usaha.
Jakarta – Jabatan Menteri BUMN harus lengser dari Erick Thohir usai dirinya digeser menjadi Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), menggantikan posisi Dito Ariotedjo, yang terkena reshuffle kabinet pekan lalu.
Meski jabatan Menteri BUMN telah ditanggalkan, namun jejak kepemimpinan Erick Thohir tetap dikenang, bahkan tercatat dalam pelbagai kebijakan yang diterapkan di kementerian.
Lantas, jejak apa saja yang ditinggalkan Erick Thohir semasa menakhodai Kementerian BUMN?
Baca juga: Reshuffle Kabinet: Erick Thohir Digeser Jadi Menpora
Ubah Konsep Superholding BUMN
Erick sendiri ditunjuk sebagai Menteri BUMN sejak pemerintahan Presiden Joko Widodo, periode 2019-2024. Jabatan ini kembali dilanjutkan pada pemerintahan Presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Saat memimpin Kementerian BUMN, pelbagai jejak kebijakan telah diambilnya. Salah satunya mengubah konsep superholding BUMN menjadi subholding yang fokus pada masing-masing kegiatan unit usaha.
Langkah ini dilakukan karena banyaknya BUMN yang tumpang tindih ke pelbagai sektor usaha. Selain itu, untuk meningkatkan efisiensi, daya saing, dan sinergi antara BUMN di satu sektor.
Diketahui, subholding BUMN merupakan perusahaan induk di sektor tertentu yang mengelola beberapa perusahaan BUMN lain.
Adapun, sejumlah holding BUMN yang telah dibentuk yaitu holding BUMN Farmasi dengan induk holding Bio Farma dan anggota subholding Kimia Farma, Indofarma, dan INUKI.
Baca juga: Daftar Harta Kekayaan Erick Thohir yang Kena Reshuffle Presiden Prabowo
Tutup Anak Cucu BUMN
Tak hanya mengubah super holding, Erick juga melakukan penutupan 173 anak-cucu perusahaan BUMN. Sebab, ia menilai ratusan perusahaan BUMN tidak diperlukan dan tidak efisien.
Termasuk beberapa perusahaan tidak memiliki izin atau kinerjanya negatif. Karena terlalu banyak perusahaan, dapat mengurangi efektivitas pengelolaan dan menjadi beban bagi perusahaan induk yang sehat.
Adapun, sejumlah anak-cucu usaha BUMN yang telah ditutup Erick, ada 13 perusahaan di Telkom, 26 perusahaan di Pertamina, hingga 24 perusahaan di PTPN. (*)
Editor: Galih Pratama










