Instrumen Pendanaan Hijau Milik Supernova Ecosystem Bidik Konservasi 700 Ribu Hektare di 2030

Instrumen Pendanaan Hijau Milik Supernova Ecosystem Bidik Konservasi 700 Ribu Hektare di 2030

Jakarta – Instrumen pendanaan hijau (green instrument investment) bagi UMKM berkelanjutan yang diinisiasi oleh Supernova Ecosystem diperkirakan pada 2030 akan mendukung 120 bisnis berkelanjutan yang berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi dan konservasi hutan. 

Equator Capital Partner Supernova Ecosystem Inez Stefanie mengatakan, program investasi berbasis restorasi dan konservasi lingkungan tersebut diprediksi dapat menyerap 7 juta ton CO2, menyelamatkan 700 ribu hektare area hutan, dan menciptakan 13.000 lapangan kerja bagi masyarakat adat. 

“Sebagai katalis pendanaan bisnis berkelanjutan, Supernova Ecosystem berperan untuk mempertemukan (matchmaking) pemilik usaha, pemodal, dan pemerintah,” katanya dalam acara diskusi media bertajuk “Inovasi Instrumen Pendanaan Hijau untuk UMKM Berkelanjutan” di Jakarta, Rabu, 3 April 2024 

Lebih lanjut, Inez mengatakan target jangka pendek Supernova Ecosystem di tahun 2025 yaitu melestarikan lahan seluas 35.000 hektare yang berdampak pada 3.500 petani hutan, petani ikan, dan petani perkebunan pada tiga komoditas yaitu tengkawang, nilam, dan ikan gabus. 

Menurutnya, tujuh komoditas utama yang juga akan dikembangkan dalam pipeline mereka di antaranya coklat, kelapa, dan jambu mete yang sebagian besar berlokasi di bagian Timur Indonesia. 

Ia menurutkan, dalam mencapai target tersebut menekankan selayaknya sebuah kerja ekosistem, kolaborasi multipihak sangat diperlukan untuk mencapai tujuan bisnis keberlanjutan. 

Baca juga: Gerakan Koperasi Hijau Buka Peluang Penyerapan Green Jobs di Kawasan Rural

Hal inilah yang terus dilakukan Supernova Ecosystem bersama dengan para mitranya, seperti Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL), Koalisi Ekonomi Membumi (KEM) serta para lembaga multipihak lainnya. 

“Kami menginisiasi konsep dan kerangka kerja Value Chain Collaboration Canvas (VC3) untuk mendorong dan memfasilitasi kolaborasi berkelanjutan antar pelaku ekosistem dengan fokus pada sektor agroforestri dan komoditas,” bebernya.

Menurutnya, sebagai lembaga bagian dari KEM, kelompok kerja Konstelasi Akselerator Supernova Ecosystem memimpin dan membantu pendampingan UMKM Hijau. Sedangkan kelompok kerja Equatora Capital memimpin di kelompok kerja penggalangan dana.

“Target kerja yang ingin diraih Supernova Ecosystem adalah sebagai upaya untuk mendorong perkembangan UMKM Hijau untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang adil dan merata sekaligus dapat menjawab permasalahan lingkungan,” terangnya. 

Tantangan Bisnis Berkelanjutan di Indonesia 

Dalam sesi diskusi, Ahli Ekonom dan Lingkungan Dr. Mubariq Ahmad mengatakan terdapat sejumlah tantangan dalam mengembangkan UMKM Hijau atau bisnis berkelanjutan, baik yang dialami oleh pemilik usaha maupun oleh pemilik modal. 

Ia merinci, tantangan pertama untuk mengembangan UMKM Hijau dari segi penyedia dana, yaitu belum banyaknya pendanaan dari pemerintah yang berfokus untuk pengembangan UMKM Hijau dan terbatasnya ketersediaan fasilitas investasi berdampak untuk pemilik usaha.

Selain itu, tantangan kedua adalah tidak adanya kesadartahuan terhadap penggunaan bank konvensional dan kemampuan untuk mengaksesnya dari pemilik usaha. 

“Dengan demikian para pemilik UMKM perlu diberikan akses ke dalam empat kerangka kerja ekonomi berkelanjutandiantaranya adalah akses pendanaan, pengembangan kapasitas UMKM, akses pada teknologi, dan pada akses pasar,” tambahnya. 

Mubariq yakin Indonesia memiliki potensi yang luar biasa dalam mengembangkan bisnis keberlanjutan. Sebab, hingga kini, UMKM mampu berkontribusi terhadap 61% pendapatan domestik bruto (PDB) negara. 

“Jika model business as usual bisa diubah menjadi bisnis berkelanjutan, maka sektor ini berpotensi membawa dampak besar pada upaya target pengurangan emisi karbon nasional sekaligus pertumbuhan ekonomi,“ tuturnya. 

Mubariq menambahkan bahwa butuh dukungan konkret dan intervensi langsung dari pemerintah dalam bentuk regulasi pada bisnis UMKM berkelanjutan. 

Mekanisme yang ditawarkan dapat berupa sumber permodalan pada program pemerintah yang sudah ada, seperti pinjaman program kredit usaha rakyat (KUR), program Investment Facility, badan layanan umum (BLU) pemerintah, dan pemberdayaan masyarakat berbasis credit union. 

Ke depannya, pemerintah dapat membuat kebijakan dan dorongan yang konkrit untuk menggunakan dana pemerintah dan mengaplikasikannya pada UMKM hijau. 

Baca juga: Dorong Pembiayaan Berkelanjutan, Perbankan Butuh Kolaborasi dan Dukungan Lintas Sektoral

Sementara itu, Praktisi Kebijakan Keuangan Berkelanjutan, Dr. Mahpud Sujai mengatakan, pemerintah turut mendorong bisnis berkelanjutan melalui adanya payung regulasi yang dapat menjadi dasar bagi keuangan keberlanjutan Indonesia. 

“Salah satu payung regulasi untuk mengembangkan bisnis berkelanjutan adalah regulasi Taksonomi Hijau Berkelanjutan Indonesia (TKBI). TKBI akan melindungi implementasi penerapan keuangan berkelanjutan, termasuk pembiayaan terhadap transisi menuju pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” jelasnya. 

Ia menambahkan walaupun masih ditemukan banyak tantangan pada pelaksanaannya, TKBI diharapkan dapat menaungi inovasi atas skema pendanaan hijau, terutama bagi entitas yang berperan sebagai perantara dalam proses menemukan pemilik usaha dan investor yang tepat dan berkomitmen mendukung usaha sesuai dengan skalanya,” paparnya. 

Ia berharap entitas seperti Supernova Ecosystem, LTKL, dan KEM dapat membantu kerja-kerja pemerintah untuk mewujudkan akses pendanaan yang lebih nyata sehingga terdapat peningkatan dari segi kapasitas dan skala UMKM. (*)

Related Posts

News Update

Top News