Jakarta – PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mengaku sedang mereview 52 perusahaan tambang dan perkebunan yang telah melantai di bursa luar, agar bisa IPO di pasar modal Indonesia.
Karena, dari total perusahaan tersebut, sebanyak 10 persennya dianggap tidak layak (worthed).
”Dari 52 perusahaan, itu tidak semua sehat juga. Ada beberapa yang tercatat di tempat lain yang ga worthed. Sekitar 10 persen lah yang ga worthed. Sekarang, kita masih coba melakukan identifikasi, yang layak kita ajakin masuk,” kata Direktur Penilaian Perusahaan BEI, Samsul Hidayat, di BEI Jakarta, Kamis 27 Juli 2017.
Sebanyak 10 persen itu, kata Samsul, ukurannya ada yang tidak terlalu besar dan sahamnya tidak terlalu dominan dimiliki orang Indonesia.
“Size (ukuran) tidak gede-gede banget. Kalau tidak untung ya jelek, sizenya tidak begitu besar. Kemudian kepemilikannya terbagi, Indonesia cuma 50 persen, sisanya asing. Memang majority, tapi ga semuanya kepemilikan Indonesia,” sebut dia.
Seperti diketahui, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebelumnya mencatat ada 52 perusahaan tambang dan perkebunan yang berproduksi di Indonesia tapi melantai di bursa efek luar. Adanya realita itu, membuat OJK ingin merangkul perusahaan itu agar listing (IPO) di pasar modal Indonesia.
”Ada beberapa, tidak semua, yang besar-besar sekitar 52 perusahaan. Beberapa aturan dan kebijakan pasar modal agar beberapa perusahaan tambang dan perkebunan bisa melantai di bursa,” ujar Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Nurhaida dilain kesempatan.
OJK juga, bilang Nurhaida, akan menjalankan pendekatan mulai semester kedua di tahun ini. Sehingga perusahaan tersebut bisa bergabung di pasar modal Indonesia.
“Kami akan lihat apakah ada peraturan yang buat mereka berat listing di Indonesia. Tapi yang penting menjaga jangan sampai investor tidak mendapatkan haknya,” jelas Nurhaida. (*)