Jakarta – Di tengah maraknya tren perkembangan perbankan digital, terdapat sejumlah hal yang harus diperhatikan oleh kita semua. Mulai dari regulator sampai pelaku industri perlu mempersiapkan diri secara matang agar bisnis perbankan digital dapat tumbuh berkesinambungan.
Layanan digital pada lembaga perbankan seyogyanya tidak hanya memikirkan peningkatan jumlah nasabah semata, namun perlu fokus pada strategi jangka panjang, yang mana di dalamnya terdapat unsur kualitas dan kenyamanan layanan hingga keamanan data.
Strategi promosi jangka pendek seperti pemberian bunga simpanan dengan persentase besar memang bisa meningkatkan jumlah nasabah dalam waktu yang cepat, tapi strategi tersebut belum tentu bisa menarik nasabah untuk melakukan transaksi melalui layanan perbankan. Namun jauh lebih penting adalah bagaimana mengedepankan layanan fokus pada kebutuhan nasabah (customer centric). Dari berbagai layanan sementara melalui transaksi itulah, perbankan dapat memiliki revenue-nya lebih besar dimasa mendatang.
Event Infobank – Temenos Regional Forum 2022 yang diselenggarakan di Indonesia pada Selasa, 20 September 2022 lalu di Hotel Indonesia Kempinski Jakarta, fokus membahas situasi pasar perbankan digital Indonesia yang masih banyak diselimuti oleh persoalan-persoalan di atas.
Berikut adalah beberapa poin utama dari Infobank – Temenos Regional Forum 2022 yang bisa dipertimbangkan oleh regulator maupun pelaku industri perbankan Indonesia untuk mewujudkan pertumbuhan industri perbankan digital yang berkelanjutan.
Kesiapan Infrastruktur Perbankan dan Profil Risiko
Deputi Komisioner Institut dan Digital Finance Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Imansyah, mengatakan bahwa untuk mendukung layanan keuangan digital tersebut diperlukan adanya kesiapan infrastruktur perbankan dan profil risiko yang relevan di masa mendatang.
“Dalam konteks ini, OJK juga melihat untuk adopsi teknologi ini terutama digitalisasi ini adalah kami menggunakan dua aspek utama pendekatannya, yaitu balance dan teknologi netral,” ujar Imansyah.
Pada aspek balance sebagai pendekatan utama, OJK akan terus memfasilitasi dan mengawasi inovasi perkembangan teknologi jasa keuangan secara prudent, safe, dan sound, serta berkelanjutan.
“Selaras dengan itu, mungkin ke depan juga kami akan melihat kalau sudahjika peta profil risikonya juga berubah maka konsep menghitung modal daripada perbankan nasional juga mestinya harus kita sesuaikan, tapi perjalanan itu masih panjang dan kita bisa come up dengan satu strategi satu regulasi,” imbuhnya.
Dalam hal ini, dengan rata-rata capital adequacy ratio atau rasio kecukupan modal perbankan yang sudah di atas 24% menunjukan bahwa perbankan masih sangat kuat untuk menghadapi potensial eksposur risiko yang akan datang.
Ia juga menambahkan bahwa kunci dari keberhasilan model bank Bank as a service Service tersebut nantinya akan bergantung pada manfaat apa saja yang akan diberikan kepada nasabah melalui model bisnis tersebut.
“Jadi, apakah inovasinya juga akan menjadi lebih dirasakan nasabah, customer experience menjadi lebih mudah diakses dengan lebih mudah dan ada transparansi, serta keamanan data yang terjamin. Jadi, bisa saja dilakukan outsourcing, tetapi OJK dalam konteks yang ada bagaimana pemanfaatan teknologi informasi oleh bank umum itu menjadi salah satu acuan yang perlu juga diperhatikan oleh perbankan nasional,” tambah Imansyah.
Sistem Everyone’s Banking Platform yang Efektif
Di lain sisi, Country Director Temenos Indonesia, Umarudin Zaenuri, mengungkapkan bahwa ekosistem perbankan di Indonesia perlu ditopang oleh sistem everyone’s banking platform yang menghadirkan efektifitas dan efisiensi yang tinggi.
“Temenos sebagai perusahaan yang menyediakan platform untuk solusi perbankan, dimana everyone’s banking platform ini berarti semua orang bisa menggunakan platform yang sama untuk berbagai keperluan pengembangan di industri perbankan,” tutur Umarudin, di kesempatan yang sama.
Umarudin menjelaskan lebih rinci, sistem everyone’s banking platform ini bukan hanya dikhususkan untuk lembaga perbankan umum semata, namun juga untuk berbagai lembaga jasa keuangan lainnya, seperti fintech, Credit Union dan challenger/ bank atau neo bank, bisa menggunakan sistem tersebut.
Hal tersebut dimungkinkan karena sistem everyone’s banking platform dengan model composable banking yang berbasis cloud native dan agnostikagnostic, sehingga memiliki fleksibilitas yang tinggi dalam mengadopsi kebutuhan pasar lembaga keuangan di Indonesia.
“Dan Temenos yang sudah ada di Indonesia sejak 20 tahun yang lalu ini, telah memiliki lebih dari 40 klien, dimana masing-masing klien kami memiliki teknologi yang berbeda-beda, tetapi dalam konteks revolutioning dari Temenos, kita menjadi single platform yang memang dari tahun ke tahun berevolusi dari sisi teknologi, sehingga tidak ada keraguan bagi konsumen kami untuk bergerak maju dengan platform yang sama,” terang Umarudin.
Lembaga Perbankan yang Disesuaikan Untuk Market Indonesia
Lembaga perbankan, lanjut Umarudin, ternyata juga mengalami tantangan terkait mencari solusi teknologi digital yang sesuai dengan kebutuhan lembaganya. Ia utarakan, walau banyak solusi digital disediakan oleh pihak ketiga, tidak semuanya cocok dengan ekosistem lembaga perbankan di Indonesia.
“Terlalu updated terhadap software solusinya itu juga menjadi kendala bagi lembaga perbankan. Setiap beberapa kali setahun, mereka harus mengganti software-nya itu. Namun, dari kami karena perkembangan teknologi kita adopsi dalam solusi dan selalu up to date, kita membuat solusi yang generic, yang memang composable bagi setiap lembaga perbankan,” paparnya.
“Dalam konteks teknologi yang berbasis cloud, kita memang agnostikagnostic. Dan ini juga selaras dengan regulasi, baik itu sifatnya private maupun publikpublic. Dengan everyone’s banking platform ini memungkinkan untuk ekosistem di luar perbankan bekerja sama dengan bank untuk bisa menjadi satu ekosistem dalam konteks digitalisasi,” tambahnya.
Sistem open platform dan open banking perlu dimiliki oleh lembaga perbankan di era digital, seperti konsep ride hailing, utility payment, gate payment, dan lainnya yang bisa di-address oleh industri perbankan Indonesia.
Di era digital seperti sekarang, kita perlu berpikir strategi jangka panjang, dan jangan hanya fokus pada strategi jangka pendek. Strategi jangka panjang yang realistis melalui konsep open platform dan open banking akan sangat menopang pertumbuhan bisnis perbankan atau lembaga keuangan apapun itu secara sehat.
Tanpa strategi bisnis yang realistis melalui kolaborasi untuk menciptakan customer experience yang excellent, maka industri perbankan digital hanya akan menang-menangan jumlah nasabah, dengan minim pendapatan bisnis. (*) Steven