Jakarta – Pengembangan pasar sekuritisasi aset perlu dilakukan sebagai sumber pembiayaan alternatif, baik untuk pembiayaan jangka panjang maupun jangka pendek. Sejauh ini, sekuritisasi aset berupa Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK-EBA) dan Efek Beragun Aset berbentuk Surat Partisipasi (EBA-SP) dinilai telah diterima baik oleh pasar meski perkembangannya sedikit lambat.
Anggota Dewan Komisioner OJK, Hoesen bahkan menyampaikan tantangan dari instrumen sekuritisasi aset di pasar keuangan domestik. Dimana dalam perkembangannya menurutnya masih relatif terbatas. Hal tersebut tercermin dari dana kelola KIK-EBA sebesar Rp4,87 triliun rupiah dan dana kelola EBA-SP sebesar Rp4,41 triliun rupiah pada tahun 2021.
“Korporasi yang memerlukan dana dan calon investor masih menganggap bahwa instrumen sekuritisasi aset merupakan hal yang kompleks dan belum familiar,” kata Hoesen melalui video conference di Jakarta, Rabu 24 Maret 2021.
Meskipun begitu menurutnya masih ada berbagai manfaat yang diperoleh melalui sekuritisasi. Bagi korporasi yang bertindak sebagai originator (pemilik awal dari aset yang disekuritisasi), aset yang selama ini tidak likuid dapat menjadi likuid sehingga keperluan dana perusahaan dapat terpenuhi tanpa menaikkan rasio utang dan juga tidak harus menjual asetnya. Sementara itu investor juga mendapatkan keuntungan dengan risiko yang lebih rendah karena memiliki underlying asset.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Destry Damayanti juga menjelaskan, kondisi pasar sekuritisasi aset di Indonesia masih belum berkembang seperti di negara-negara lainnya, baik dari sisi penawaran maupun permintaan. “Saat ini, originator di Indonesia masih terbatas pada BUMN dan Perbankan. Underlying aset sebagian besar masih berupa kredit perumahan, sementara yang berupa future cash flow, kredit komersial, dan aset keuangan lainnya masih sedikit,” ucap Destry.
Dari sisi permintaan atau investor, saat ini masih banyak yang belum familiar dengan instrumen sekuritisasi aset, baik investor institusional maupun investor ritel. Dalam hal ini menurutnya masih diperlukan kolaborasi dengan otoritas terkait dan seluruh pelaku pasar untuk memberikan pemahaman mengenai penerbitan sekuritisasi aset dan potensi investasi di instrumen sekuritisasi aset, sehingga pasar sekuritisasi aset dapat berkembangan lebih baik lagi.
Sementara itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu menyampaikan bahwa Pemerintah melakukan beberapa upaya untuk mendorong pasar sekuritisasi aset, antara lain melalui pelaksanaan sosialisasi, pembentukan Lembaga Pengelola Investasi/ Sovereign Wealth Fund (SWF) serta penguatan kerangka hukum melalui RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). (*)